A SasuSaku Fanfiction: Please Love Me Like I Love You - Chapter 5: Thanks to Naruto
Naruto ©Masashi Kishimoto
SasuSaku’s Pairing
Warning: OOC, alur kecepetan, gaje, typo bertebaran (walaupun sudah diminimalisir), dll.
Note: sudah pernah dipost di fanfiction(dot)net dengan judul sama.
Happy reading minna!^^)/
Malam minggu, ah malam yang sangat menyenangkan bagi para
remaja atau orang tua juga mungkin/?. Dimana malam itu langit terasa lebih
indah dari hari-hari biasanya karena yang pacaran biasanya ketemuan. Yang
LDR-an biasanya saling menelpon atau skype-an. Sementara yang jomblo biasanya
berharap agar langit mendung dan hujan agar yang pacaran tidak jadi ketemuan.
Agar yang LDR tidak jadi saling menghubungi karena sinya hancur saat hujan(?).
Yah, begitulah kurang lebih keadaan manusia malam itu.
Tampak di sebuah
ruang keluarga di rumah besar Uchiha terlihat Naruto tengah melempar-lempar
bantal sofa kepada Sasuke, pasalnya, Sasuke berjanji menceritakan apa yang
sebenarnya terjadi padanya belakangan ini, namun sampai detik ini dia tidak mau
membuka mulutnya sedikit pun.
“Sasuke! Apa perlu aku melempar beton ke depan wajahmu yang
sangat dikagumi itu?!” bentak Naruto yang sudah sangat kesal karena Sasuke
terlihat tak berminat membuka mulut walaupun Naruto sudah melemparnya dengan
bantal.
Sementar Sasuke masih tetap diam, Naruto pun memikirkan cara
agar Sasuke setidaknya menjawab dengan ‘hn’ saja.
Ah! Itu dia!
“Jangan-jangan kau benar-benar pms ya Sasuke?” bisik Naruto
tepat di telingan kanan Sasuke.
Akhirnya, Sasuke menolehkan wajahnya dan mendelik kesal,
hei, mana mungkin dia pms!
Tapi sayang, hanya itu yang dilakukan Sasuke, dia masih
enggan membuka mulutnya.
Dan mata Naruto pun menjadi berbinar-binar ketika melihat
Itachi yang sepertinya akan jalan-jalan keluar—penampilannya rapi. Ide
cemerlang pun terlintas di otaknya. Aha! Dijamin manjur!
“Itachi-nii!” panggil Naruto. Itachi pun menghampiri adik
dan temannya itu.
“Ada apa Naruto?” Tanya Itachi kemudian mengambil tempat di
samping Sasuke.
“Aku punya kabar penting tentang Sasuke yang pastinya sangat
menggembirakan Itachi-nii dan Paman juga Bibi tentunya.” Sasuke menatap Naruto
tajam sementara Naruto hanya menyengir.
Itachi melirik Sasuke sekilas,“Ah benarkah? kabar tentang
apa itu Naruto?” Tanya Itachi kepo.
“Sasuke menyukai kakak kelas kami yang bernama SAKURA!!!”
jawab Naruto dengan teriakan di akhir kalimat.
Sasuke yang mendengar nama Sakura pun langsung ‘connect’.
“Bukan Aku yang menyukainya, tapi dia yang menyukaiku!”
timpal Sasuke tak terima.
“Hei sudahlah Otouto, aku tahu kau orangnya gengsian alias
tsundere. Jadi, kapan kau berencana ‘menembaknya’?” Tanya Itachi sambil
mengeluarkan seringai jahilnya.
“Kalau aku tembak dia bisa mati, baka!”
“Eh? Dasar bodoh.” Timpal Naruto mendengar perkataan Sasuke
tadi. Apakah Sasuke se-kudet itu?
Menghela napas melihat tingkah adiknya yang tidak
berpengalaman dalam urusan tembak menembak/?, Itachi pun bangkit dari sofa dan segera menuju pintu keluar
rumah, sebelum ia benar-benar pergi, ia sempat mengucapkan perkataan menyindir
untuk adik kesayangannya itu. “Maksudku kapan kau mau menyatakan perasaanmu
padanya, Sasu-chan. Apa kau tidak iri melihatku setiap malam minggu ngapelin
pacar-pacarku, hm?” dan Itachi pun berlalu pergi.
Naruto yang mendengarnya pun hanya bisa tertawa
terbahak-bahak. Sementara Sasuke? Ia hanya mendengus kesal sambil berteriak
dalam hati ‘ngapain punya pacar kalo tiap malem minggu mesti ngepelin rumahnya?
Emangnya aku pembantu apa?!!!’
Heee?!
.
.
.
.
.
Kini Naruto dan Sasuke telah berada dalam kamar si Uchiha
bungsu, Naruto pun memainkan i-Pad Sasuke, sementara Sasuke asik bermain game
online di laptopnya.
Ketika Naruto membuka facebook, ternyata ada yang
mengiriminya pesan, oh ternyata dari Sakura.
Sakura Haruno
Heii Naruto, aku jadi penasaran nih, Sasuke pernah suka sama
orang ga?
Aruu Naruto
Dari dulu sih dia ga pernah pacaran, kalo orang yang dia
suka. Mungkin ada, tapi dia gak mau bilang.
Sakura Haruno
Oh gitu ya…
Aruu Naruto
iya.
Di lain tempat…
“Mungkin Sasuke tidak peduli padaku karena dia sudah punya
seseorang yang ia suka.” Gumam Sakura.
Sakura menutup laptopnya dan memilih untuk tidur, mungkin
dia harus memutuskan sesuatu.
Melihat Sakura yang sudah offline. Naruto mengangkat
wajahnya untuk melihat Sasuke, tampaknya dia masih berkonsentrasi dengan
gamenya. Dasar gamer!
Sasuke yang merasa di perhatikan akhirnya mendengus dan
membuka suara,”Ada apa denganmu Dobe? Kenapa melihatku seperti itu?
Menjijjikkan tau!” ujarnya ketus.
“Kau bilang mau memberitahu padaku apa yang terjadi padamu
belakangan ini.”
“Hn, lupakan.”
“Tapi kau sudah berjanji padaku.”
“Aku tidak berjanji pada siapa pun.”
“Aku memang bukan ‘siapa pun’, aku Naruto dan kau berjanji
padaku.”
“Tidak.”
“Ya! Dan cepat katakan dengan jujur atau semua game ini
lenyap.” Ancam Naruto memperlihatkan berbagai macam game yang sudah ia tandai
di i-Pad Sasuke.
“Berikan padaku, itu i-Padku!”
“Tidak, sebelum kau cerita.”
“Baiklah.”
Naruto tersenyum senang dan menatap Sasuke.
“Hhh, aku hanya merasa bingung dengan yang kurasakan—“
“Pada?”
“Hn?” gumam Sasuke tak mengerti.
“Maksudku, kau bingung dengan perasaanmu kepada siapa?
Sakura-senpai?”
“B-bukan siapa-siapa, baka!”
Naruto tertawa mendengar jawaban Sasuke. Hahaha.
.
.
.
“Sakura!” sapa Ino ketika melihat Sakura turun dari
mobilnya. Ah betapa rindunya pada sahabat kesayangannya ini, selama liburan ini
mereka jarang bertemu.
“Hai Ino, tumben kita sampai di sekolah bareng ya.” Ujar
Sakura sambil memposisikan dirinya di samping Ino.
“Yah, kau yang tumben datang pagi begini.” Timpal Ino cuek.
Sepertinya ia mengingat sesuatu.
“Hehe, iya, Sasori-nii mau jemput pacarnya jadi dia
mengantarku dulu.”
Merasa tak ada jawaban dari Ino, Sakura pun menoleh pada
Ino.
“Hei, kau kenapa diam begitu Ino? Wajahmu aneh sekali.”
Lanjut Sakura.
“E-eh ano, kamu suka sama Sasuke kan?”
Sakura mengangkat sebelah alisnya, heran. “Yah, kurasa aku
sudah tidak menyukainya lagi. Memangnya kenapa? Apa kau menyukai Sasuke?”
He?
“K-kau sudah berhenti menyukai Sasuke?!” Tanya Ino kaget,
Ino bertanya-tanya dalam hati.
“Iya, hehehe.” Jawab Sakura yakin.
“C-cepat sekali!” teriak Ino dibalas dengan kikikan Sakura.
Ino pun mulai gelisah. Kenapa?
Kali ini mereka sudah
sampai di kelas dan dikejutkan oleh sahabatnya yang bersama dengan—
“Hinata dan… Naruto?!”
—Naruto.
Hinata dan Naruto pun menghentikan ‘kegiatan’nya karena
mendengar suara Sakura dan Ino.
“Kenapa kalian berpelukan?!” Tanya Ino, hei hei hei Hinata
tidak pernah membicarakan laki-laki, tapi kenapa dia bisa bersama dengan teman
Sasuke dan Sai?
“E-eh k-kami—“
“Memangnya kenapa kalau kami berpelukan?” Naruto memotong
kalimat Hinata.
“Tidak, bukan masalah jika kalian berpelukan, tapi
masalahnya kenapa tiba-tiba? Memangnya kapan kalian dekat?” kali ini Sakura
yang berbicara.
“Yah, kurasa kau berhutang penjelasan pada kami, Hinata.”
Ujar Ino menutup percakapan karena murid-murid yang lain mulai berdatangan
–tadi, waktu Hinata dan Naruto berpelukan, kelas masih kosong.
.
.
.
.
.
“Ne, Hinata. Bisa kau jelaskan kenapa?” Tanya Ino penuh
menuntut.
“S-sebenarnya kami sudah dekat sejak tiga bulan yang lalu.”
Jawab Hinata pelan.
“Heee?! Kenapa tidak cerita?” Tanya Sakura heran.
“K-kan waktu i-itu kita sedang u-ujian.” Jawab Hinata
semakin pelan.
“Ih iya juga sih, tapi kenapa sih ga bilang-bilang kan ada
banyak waktu setelah uj—“
“Kalian udah jadian?” Tanya Sakura lagi —memotong kalimat
Ino.
“Y-ya, baru t-tadi pagi.”
Flashback on by Hinata PoV
Pagi-pagi sekali aku sudah sampai di sekolah untuk
bersih-bersih kelas walaupun bukan aku yang piket, seperti biasa masih sepi,
dan aku sering merasa diperhatikan, tapi sungguh tak ku temukan siapa pun. Saat
aku berada di koridor, samar-samar aku mendengar suara berisik dari kelasku,
bukan suara orang, tapi suara peralatan-peralatan gitu, apa ada siswa yang
mendahuluiku? Tumben sekali dia. Dan tepat saat aku masuk terlihat jelas kalau
kelasku sudah bersih dan aku juga melihat laki-laki berambut orange, sepertinya
aku mengenalnya, tapi di kelasku tidak ada siswa yang berambut orange. Dan
tepat saat dia berbalik menghadapku, astaga!
“Siapa kau?!”
“Hai Hinata!” lho? ‘Senpai’nya mana?. Aku melihat dia
menyengir.
“S-sedang a-apa di sini?” tanyaku gugup.
Ah! Dia tersenyum. “Aku hanya ingin membantumu membersihkan
kelas.”
“D-dari mana k-kau tahu a-aku sering membersihkan kelas?”
Aku melihat dia tersenyum lagi, ah manisnya! “Aku
memerhatikanmu setiap hari.”
Ahh aku yakin wajahku pasti sudah sangat merah, rasanya aku
ingin pingsan!
“J-jadi itu kau?”
“Kau menyadarinya ya?”
Kami pun tertawa bersama. Itulah awal kami bertemu,
setelahnya kami berkenalan dan bertukar nomor telepon, dan kami pun jadi sangat
dekat. Dia selalu datang pagi dan menemaniku membersihkan kelas dan kembali ke
kelasnya sebelum sekolah ramai. Aku sangat senang mengenalnya, namanya Naruto,
aku semakin senang saat tahu ternyata dia sahabat baik Sasuke.
Dan tadi pagi seperti biasa dia membantuku membersihkan kelas.
Saat aku ingin mengambil sapu di lemari, aku seperti melihat hewan kecil yang
aku tak tahu apa, itu membuatku terjungkal ke belakang dan jatuh jika saja tak
ditahan oleh Naruto. Posisi ini seperti dia memelukku dari belakang, ah wajahku
pasti sudah memerah.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Naruto, dia membalikkan badanku
untuk menghadapnya, aku hanya bisa menunduk dan sedikit mengangguk. Lalu, aku
merasa dia semakin mengeratkan pelukannya padaku. Setelah itu dia melonggarkan
pelukannya dan mengangkat wajahku untuk menatapnya. Aaaa aku malu!
“Aku menyukaimu.” Dia menatapku dan tersenyum lembut, aku
pun balas menatapnya dengan malu-malu,”A-aku juga menyukaimu.” Dia mencium
pipiku sekilas lalu menarikku ke dalam pelukannya. Dan, saat itulah Sakura dan
Ino datang.
Flashback off
Setelah Hinata selesai bercerita wajah Sakura dan Ino pun
berubah. “PJ!!!” teriak Sakura sangat bersemangat, yeay dia bisa minta pajak
jadian sepuasnya!
“Nah itu!” lanjut Ino mulai bersemangat.
“I-iya deh aku traktir.” Ujar Hinata kalem, kalo udah gini,
pasti dia rugi bandar deh. Sakura sama Ino kan rakus banget kalau udah makan
gratis.
“YEAYYYY!!!”
Dalam hati Hinata berteriak ‘OH GOD I’M DYINGGG!!!’
.
.
.
.
.
Sakura, Ino, dan Hinata sedang menikmati es krim jumbo
kesukaan mereka yang biasanya mereka makan pada akhir bulan dengan uang
tabungan selama sebulan penuh, namun kali ini Sakura dan Ino menyantapnya
dengan suka cita karena Hinata yang membayarnya. Hahaha.
Seakan teringat sesuatu yang selalu tiba-tiba mengusik
pikirannya, Ino berhenti menyantap es krimnya yang tinggal setengah itu. Sakura
yang menyadari gerak gerik Ino pun mulai membuka suara.
“Ne, Ino sepertinya kau mau mengatakan sesuatu?”
Hinata pun menatap kedua sahabatnya bergantian, sepertinya
atmosfir yang tadi tenang-tenang saja sudah berubah menjadi sedikit lebih
suram.
“Ya, sepertinya aku harus menanyakan sesuatu kepadamu.”
“Tentang apa?”
“Perasaanmu pada Sasuke.”
Sakura dan Hinata pun mengerutkan kening, maksudnya?. Ino
yang mengerti akan ekspresi kedua sahabatnya itu pun melanjutkan kalimatnya.
“Yah, jangan bilang kau berhenti menyukai Sasuke karena kau
berpaling ke lain hati, ke hati Sai misalnya.”
“He? Kau menuduhku menyukai Sai? Hei, dia itu hanya sahabat
kecilku. Aku tak mungkin menyukainya!” jawab Sakura dengan kening berkedut
sambil menyuapi sesendok penuh es krimnya ke dalam mulut kecil/?nya.
.
.
.
“Asal kalian tahu, aku sudah jadian sama Sai tau! Jadi
jangan bilang kau menyukainya Sakura!” perintah/? Ino.
Tanpa memberi kesempatan Sakura untuk menjawab, Ino
melannjutkan kalimatnya lagi.
“Dan jangan berhenti menyukai Sasuke!”
“Aku tidak menyukai Sai, dan pokoknya aku sudah menyerah
akan Sasuke, titik.” Malas berdebat, Sakura pun melahap dengan ganas es krim
jumbo kesukaannya itu.
“Dan, k-kapan kalian j-jadian Ino? Kau sendiri tidak
menceritakannya pada kami.” Tanya Hinata penasaran. Sakura yang mendengar
pertanyaan Hinata hanya manggut-manggut setuju.
“Ehehe, baru seminggu sih.” Ujar Ino malu-malu. Hinata
menghela napas, gimana sih, tadi dia yang nyolot maksa cerita tentang
kedekatannya dengan Naruto. Tapi kok malah dia sendiri yang jadiannya
jelas-jelas lebih dulu aja nggak cerita-cerita, apalagi Hinata yang baru tadi
pagi.
“Huh, pokoknya kamu harus ngasi pajak jadian yang lebih
mahal, kemarin aku ngelihat ada dress baru dipajang di butik langganan kita,
warnanya pink terus ada biru-birunya, aku suka itu, aku mau kamu beliin aku
dress itu, titik.” Ujar Sakura tak tanggung-tanggung. Masalahnya butik
langganan mereka itu butik mahal, milik desainer terkenal, pastilah harganya
mahal. Toh, mereka ke sana cuma satu kali dua bulan kok.
“E-eh tapi itu kan ma–“
“Aku bilang titik ya titik, harus diturutin, titik.”
Sementara Hinata hanya bisa terkikik geli melihat kedua
sahabatnya itu, gini deh kalau Sakura lagi ngambek, hihihi.
.
.
.
Keesokan paginya, Sakura berangkat sekolah lebih pagi dari biasanya
karena Sasori juga sedang ada kuliah pagi. Sakura membuka pintu gerbang lebih
lebar dan berjalan lesu ke arah tangga, Sasuke sudah benar-benar membuatnya
gila! Bagaimana sih caranya supaya Sasuke menyukainya?
Sakura menaiki tangga dengan slow motion dan berkutat pada pikirannya,
sampai-sampai ia terpleset dan-
“Akh!”
Hap
Hampir saja tubuh ringan Sakura mencium lantai di bawah sana, setelah ia
ditangkap oleh seorang pemuda.
Merasa badannya tak merasa sakit, Sakura membuka matanya perlahan dan
emerald itu pun melebar.
“Sasuke?!” ujarnya kaget.
“Hn.” Sasuke hanya bergumam dan membantu Sakura berdiri.
Sakura langsung berojigi dan mengatakan terimakasih dan ingin segera
pergi dari sana saking malunya.
Namun, tangannya ditahan oleh Sasuke.
“A-ap-apalagi?” tanya Sakura terbata-bata.
Pluk
Sakura melebarkan matanya.
Ia sungguh-sungguh kaget dengan aksi Sasuke yang menariknya dalam pelukan
pemuda itu.
Mereka segera tersadar setelah mendengar suara-suara dari tangga bawah.
Sakura segera melepaskan pelukan itu dan lari ke kelasnya, ia tak dapat
menghentikan detak jantungnya yang berdegup kencang.
“Hah hah hah… apa-apaan itu tadi?!” Sakura menghela nafas dan duduk di
bangkunya, ia tidak akan fokus belajar hari ini.
.
.
.
Setelah seharian melamun sambil senyam-senyum sendiri, kini Sakura harus
menghadapi kenyataan, bawah teman-temannya meninggalkannya untuk piket sendiri
-lagi.
Ia membersihkan kelas sambil
bersenandung riang, untung saja kejadian baik terjadi padanya tadi pagi, kalau
tidak dia pasti sedang menggerutu sekarang.
Setelah selesai, Sakura segera
merapikan peralatan yang digunakannya dan menutup pintu kelas.
Matanya melebar.
Di ujung tangga itu, ada seorang
pemuda yang berdiri tegap.
“S-Sasuke…” ucapnya pelan.
Ia pun segera menuruni tangga,
saat hendak melewati Sasuke, ia mulai memelankan langkahnya.
“Sakura.”
Mendengar itu Sakura langsung
berhenti di tempat. “I-iya?” ia menoleh takut-takut.
“Ayo pulang bersama.” Ujar
Sasuke, Sakura hanya bisa terkaget-kaget dengan sikap Sasuke ini.
Well, sepertinya Naruto sudah
berhasil membujuk Sasuke untuk jujur pada perasaannya sendiri.
-END-
0 comment
What do you think about this post?