A SasuSaku Fanfiction: Please Love Me Like I Love You - Chapter 3: Exam
Naruto ©Masashi Kishimoto
SasuSaku’s Pairing
Warning: OOC, alur kecepetan, gaje, typo bertebaran (walaupun sudah diminimalisir), dll.
Note: sudah pernah dipost di fanfiction(dot)net dengan judul sama.
Happy reading minna!^^)/
Sakura yang sedang berjalan di
koridor perpustakaan dengan wajah lesu dan tatapan kosong pun akhirnya tersadar
dari lamunannya akibat baru saja ia bertabrakan dengan…
“Naruto?!”
—Uzumaki Naruto.
“Eh gomen ne Sakura-senpai!” Naruto sedikit terkejut melihat
siapa yang baru saja bertabrakan dengannya.
“Ne, daijobu Naruto.” Sakura tersenyum tipis.
“Senpai mau kemana? Sudah makan belum? Kalau belum, ayo ke
kantin bersama!” ujar Naruto yang dibalas dengan anggukan kecil dari Sakura,
Naruto pun tanpa ragu menarik tangan Sakura menuju ke kantin.
Sasuke yang baru saja selesai makan di kantin pun kini
berpapasan dengan Sakura dan Naruto yang sedang menuju kantin. Sasuke
menatapnya dengan tatapan biasa—datar. Namun siapa sangka jauh di dalam hatinya
tersimpan rasa sesal dan kesal begitu melihat tangan Naruto yang menggenggam
erat tangan Sakura.
Lain halnya dengan Sakura, ia pun menarik wajahnya agar
melihat Sasuke, melihat mata Sasuke. Biasa. Tidak ada harapan.
.
Menyerah
.
Yah itulah jalan yang dipilih Sakura, karena ia rasa Sasuke
tak akan membalas perasaannya.
Setelah berpapasan dengan Sasuke,
ia pun kehilangan nafsu makan dan memutuskan untuk kembali ke kelas.
“Gomen ne Naruto, sebaiknya Aku kembali ke kelas, daijobu?” tutur
Sakura dengan sopan.
“Eh? Senpai kenapa? Pasti karena Sasuke ya?” tebak Naruto.
Dan,,, bingo! Sakura diam tak menjawab dia pun langsung
melangkah meninggalkan kantin dan Naruto yang melongo.
.
.
.
.
.
Jam pelajaran setelah istirahat
yang seharusnya diisi oleh Anko-sensei sang guru seni budaya pun kini sedang
kosong karena Anko ada rapat mendadak bersama guru seni budaya dari
sekolah-sekolah lain. Sakura yan tak begitu suka dengan pelajaran seni budaya
pun merasa senang, namun ia mengingat ada tugas yang belum ia kerjakan –karena
tak mengerti– tentang seni musik, jadi ia meminta Ino mengajarkannya.
“…..Nah jadi begitu
lho Forehead! Kau mengerti?... Lho? Sakura! Saku? SA-KU-RA!!!!????”
Sakura pun tersadar dari lamunannya akibat teriakan Ino yang
mengganggu telinganya.
“Kau ini bagaimana sih!? Aku sudah menjelaskan panjang lebar
tapi kau malah tidak memerhatikanku!” tukas Ino ketus.
“Ngh gomen ne Ino…” tutur Sakura pelan.
“Ne, ne, ne. Jadi ada apa dengan mu? Hmm biar kutebak!! Ah…
pasti Sasuke kan?”
Ino pun duduk di samping Sakura dan merangkulnya.
“Yaa… kau tahu lah Ino…” jawab Sakura semakin pelan.
Wajahnya kini bagaikan bunga layu.
“Hmm ada apa lagi sekarang?”
“Tadi… aku bertemu dengannya.”
“Lalu?”
Flashback On
Karena sebentar lagi jam istirahat akan selesai, jadi
koridor mulai sepi—walaupun masih ada beberapa orang.
Sasuke yang baru saja
keluar dari toilet pun terkejut bukan main saat berpapasan—lagi— dengan Sakura
yang baru saja kabur dari kantin. Tak disangka ia bertemu lagi dengan Sasuke.
“S-sasuke?” Sakura yang kaget pun tanpa sadar telah menyebut
nama Sasuke.
“Hn?”
Okay ini adalah untuk pertama kalinya mereka berbicara,
dapatkah anda bayangkan betapa bahagianya Sakura.
“E-eh tidak ada!” jawab Sakura yang kemudian akan melenggang
lari kalau saja tangan Sasuke tak menahan tangannya.
Sakura pun jadi salah tingkah, untuk pertama kalinya Uchiha
Sasuke MEMEGANG TANGANNYA. Berlebihan.
Sakura jadi gengsi sendiri. Tapi mau disembunyikan seperti
apapun toh Sasuke sudah tahu kalau Sakura menyukainya.
“A-apa?!” Sakura sedikit meninggikan suaranya.
“Kau Haruno Sakura yang selalu saja menitip salam melalui
Naruto setiap hari, Hn?” pertanyaan Sasuke sukses membuat Sakura merona tipis.
“E-eh? A-apa? T-tid—“
“Jangan berbohong, aku tahu kau.” Potong Sasuke.
“Hhh” Sakura menghela nafas. “ Baiklah aku mengaku! Lalu ada
apa heh? Kenapa? Kau… membenciku?” tutur Sakura lalu mengembungkan pipinya
karena kesal.
“Hn, benar. Aku harap kau berhenti mengganggu hidupku.”
Sakura melongo, Sasuke melepas pegangan tangannya dari
tangan Sakura dan membelakanginya.
“Katakan.” Gumam Sasuke pelan tapi cukup didengar oleh
Sakura.
“Mengatakan apa?” Tanya Sakura bingung.
“Katakan apa yang ingin kau katakan, cepat sebelum aku
berubah pikiran!!”
“…..”
“….”
“…..”
“Hn. Baiklah aku pergi.”
“…”
Sasuke pun melangkah kan kakinya, namun suara Sakura
menghentikan langkahnya.
“E-eh… Cintai aku Sasuke… kun!!!”
Sakura pun langsung berlari mendahului Sasuke yang terpaku.
Entah kenapa, Sasuke merasakan ada sesuatu yang salah pada dirinya. Entahlah.
Flashback Off
“Oh begitu ya…” Ino menaruh kedua jari telunjuknya di masing-masing pelipisnya–berpikir.
“Kau
memikirkan apa Ino?” Tanya Sakura heran.
“Hmm
sepertinya Sasuke mulai kepo deh tentang kamu….” Tammpak raut wajah Ino
menimbang-nimbang.
“Oh ya?
Kau jangan membuatku semakin berharap dong Ino!” Sakura mengerucutkan bibir dan
mengembungkan pipinya, membuat Ino gemas.
“Hm aku
juga tak tahu, kita lihat saja nanti.” Tutur Ino yang wajahnya kembali santai.
Sakura
mengangguk kecil.
.
.
.
.
.
Jika
memang perasaanku padamu terasa sangat mengganggu, katakanlah. Maka aku akan
berusaha sekuat tenaga untuk melupakan bahwa aku pernah memiliki perasaan yang
sangat dalam padamu dan itu sangat membuatku menjadi gila.
.
.
.
.
.
“Apanya yang tidak ada harapan?” teriak Sakura kesal. Kini
gadis bersurai pink itu tengah berada dalam kamar pribadinya yang nyaman.
Terlihat ia sedang mondar-mandir di ruangan pink itu. Menentukan, maju atau
mundur. Menurutnya maju atau mundurnya dia dalam mengejar cinta Uchiha Sasuke
adalah tergantung dari harapan yang diberikannya.
.
Tidak ada harapan?
Lalu untuk apa Sasuke masuk ke dalam hidup Sakura? Apa hanya
untuk memberikan luka?
Lalu untuk apa sang Pangeran Es memberitahu namanya? Apa
hanya untuk menambah koleksi fangirlsnya? –tidak, Sasuke tidak
seperti itu–
Lalu untuk apa adanya hormon dopamin dan serotonin jikalau hanya untuk membuat orang jatuh
cinta, bahkan menjadi pecandu cinta?
Lalu apa namanya ketika Sasuke yang pernah terpaku akibat
pesona sang Haruno Sakura ketika memberikan senyum manisnya?
Lalu apa namanya ketika Sasuke benar-benar menyadari bahwa
Sakura itu cantik, manis, dan kawaii—seperti yang dikatakan Naruto—?
Lalu untuk apa Sasuke menanyakan tentang umur Sakura?
Lalu apa namanya ketika Sasuke memegang tangan Sakura?
Lalu apa maksud dari pertanyaan atau lebih tepatnya perintah
dari Sasuke untuk Sakura agar mengatakan apa yang ingin ia katakan?
Apa itu hanya harapan palsu?
.
Sakura mengacak-acak rambutnya, pikirannya melayang entah
kemana, sungainya tak dapat lagi dibendung, kini wajahnya penuh dengan air
sungai yang mengalir melalui mata indahnya.
“Tapi kalau memang ada harapan, bagaimana hm?” gumam Sakura
pada dirinya sendiri disela isakannya.
.
Tapi apa Sakura? Harapan?
Lalu apa namanya ketika Sasuke mengabaikan Sakura setiap
Sakura mencoba mendekatinya?
Lalu apa namanya ketika Sasuke selalu marah bahkan sampai
membuatnya muak karena salam dari Sakura?
Lalu apa namanya ketika Sasuke dengan jelas berkata bahwa
dia membenci Sakura? Apakah itu hanyalah sebuah kebohongan?
Lalu untuk apa Sasuke menyuruh Naruto untuk berhenti
membicarakan Sakura?
Lalu apa namanya ketika Sasuke mengabaikan permintaan
pertemanan Sakura di facebook? Bukankah jikalau kita menyukai seseorang maka
kita bukan mengabaikannya kan?
Lalu apa maksud semua ini?
.
Bukankah ini menyakitkan? Hey coba kau yang merasakannya!
Sakura semakin frustasi, apa-apaan dunia ini? Membuat orang
dilemma saja. Sakura mengambil smartphone-nya berniat untuk menelfon Ino dan
Hinata, tapi diurungkan niatnya, menurutnya jika Ino dan Hinata tahu ia dalam
keadaan seperti ini, hell yeah, mereka pasti mati kehebohan. Memaksakan diri tersenyum Sakura pun
menghampiri kasurnya dan duduk di tepi, berfikir—lagi. Sakura merutuki dirinya
sendiri, baru saja ia menyadari tingkahnya yang aneh ini.
Hanya karena Sasuke ia berubah menjadi gadis yang –bisa
dikatakan– tidak tahu malu, hampir setiap saat ia
membuat status atau tweet tentang Sasuke, bahkan blakblakan menyebutkan nama
Sasuke. Bukankah itu memalukan, eh?
Setelah sibuk dengan pikirannya
dan terbebas dari bebannya, Sakura pun memutuskan mengakhiri hidupnya…
Untuk…
Sementara.
Rasa kantuk yang mulai
menyerang membuatnya lebih cepat terlelap dan bergelut dalam alam mimpi setelah
membaringkan tubuhnya di kasur.
.
.
.
.
.
Akhir-akhir ini, pertemuan antara Sasuke dan Sakura tak
dapat terelakkan lagi, berkat UAS semester 2 mereka yang dulunya sering atau
bahkan bisa disebut jarang bertemu kini harus bertemu setiap hari selama UAS.
Kenapa?
Karena guru-guru di sekolah mereka sepakat bahwa dalang
ruangan ujian dihuni oleh sebagian murid kelas X, sebagian murid kelas XI, dan
sebagian murid kelas XII. Dan, kebetulan sekali mereka –Sasuke dan Sakura–
dipertemukan dalam ruangan yang sama.
Entah apa yang
terjadi, dan apa yang dirasuki oleh takdir. Haruskah Sakura memiliki Izanami
agar bisa menentukan takdirnya? Ataukah Izanagi agar Sakura dapat merubah
takdirnya? Tak perlu, Sakura tak membutuhkan Izanami ataupun Izanagi, cukup
dengan lewati hari dan coba memberanikan diri.
Hari pertama ujian…
Sasuke’s POV
“Hn, apa-apaan ini? Menyebalkan sekali, pasti banyak siswi
yang cari perhatian…” gumamku pelan. Untung saja aku berangkat pagi, jadi masih
sepi, karena kemarin aku tidak masuk sekolah jadi aku tidak tahu ruanganku
dimana. Aku berjalan menyusuri koridor lantai satu, dan syukurlah aku melihat
punggung seseorang yang sangat ku kenal.
“Dobe!” panggilku cukup keras hingga membuatnya menoleh.
“Eh, Temeeee!!! Aku tahu pasti kau ingin menanyakan dimana
ruanganmu kan? Hm?Hm?” Tanya orang yang kupanggil Dobe itu dengan cengiran
khasnya yang berlebihan, tidak cool sekali.
“Hn.” Jawabku meng’iya’kan pertanyaan atau lebih tepat
pernyataannya.
“Ku anggap itu iya. Ruanganmu di lantai dua paling pojok
sebelah kiri, teman seruanganmu tentu saja Aku, ayo kita ke ruangan!” serunya
senang sambil berjalan kearah tangga. Aku hanya mengangguk pelan lalu
mengikutinya dari belakang.
“Oi Teme! Kau tidak mau lihat kertas ini?! Ini pengumuman
siapa yang duduk seruangan dengan kita lho!” Si baka Dobe itu menunjuk kertas
yang tertempel di jendela ruang ujian ku.
“Tidak, kau saja. Aku ingin masuk.” Jawabku menolak
ajakannya yang menurutku tidak berguna. Aku pun memasuki ruangan lalu duduk di
bangku yang bertuliskan nomor absenku. Tak lama si Dobe itu datang dengan
cengiran yang masih saja menempel di wajahnya.
“Kau tahu Teme?—“ dia menjeda sedikit kalimatnya dengan
cengiiran yang semakin melebar. Aku hanya diam.
“—di ruangan kita banyak ceweknya lho!” ujarnya senang lalu
duduk di bangku yang bertuliskan nomor absennya.
Sungguh malas sekali harus bertemu dengan siswi-siswi baru
yang pasti susah diatur dan ribut,
siswi-siswi di kelasku saja sudah cukup membuatku merasa terganggu.
“Oh ya, 13 adalah angka keberuntunganmu lho!” tutur Naruto
setelah duduk di kursinya.
Aku tidak terlalu memusingkan kata-kata Naruto, dan sekarang
Aku benar-benar ingin segera pergi dari ruangan ini, siswi-siswi yang –kurasa–
adalah fansku kini mulai berdatangan, bahkan ada yang mencoba menggodaku!
“Heii Sasuke-kun!” sapanya manja, Oh Kami-sama. Siapa anak
ini? Berani-beraninya dia melingkarkan tangannya di lenganku, aku pun berusaha
melepas tangannya dan ah! Akhirnya terlepas.
“Siapa Kau? Berani-beraninya kau memegang tanganku!”
bentakku ketus.
“Heiheihei, tenanglah Sasuke-kun! Aku Karin, Uzumaki Karin.
Kelas XII-6, Aku ini ketua perkumpulan fansmu lho, Sasuke-kun!” ujarnya semakin
–SOK– manja. Ini benar-benar membuatku gila. Dan apa? Uzumaki? Jadi dia
keluarga si Baka Dobe itu, Hn menyebalkan. Dan apalagi tadi itu? Dia kelas XII?
Bahkan dia lebih tua dari pada Sakura. Hah? Sakura? Untuk apa aku
memikirkannya? Arghhh dan apa lagi? Karin? Ketua perkumpulan fansku?
Menyebalkan, rasanya aku ingin lari sekarang. Tapi apa? Lari? Itu sama sekali
bukan Uchiha.
“Hn. Pergi kau! Jangan dekat-dekat denganku!” bentakku
semakin ketus dan sinis.
“Hah? Kau mengusirku Sasuke-kun? Mana bisa!” tuturnya,
untunglah nada –sok– manja nya sudah hilang. Tapi dia tetap saja menyebalkan,
bahkan lebih menyebalkan dari Sakura. Eh? Apa? Sakura lagi? Arggghhh aku merasa
semakin gila.
Akhirnya aku memutuskan untuk diam, kulihat Karin mulai
beranjak dari kursi di sebelahku dan berjalan menuju tempat dimana seharusnya
dia berada–hell yeah.
Kini pengawas ruanganku telah masuk, dia adalah
Kakashi-sensei. Dan hey! Aku baru menyadari, hanya aku yang masih duduk
sendiri! Sedangkan yang lainnya sudah duduk bersama teman sebangkunya, kulihat
Naruto duduk dengan seorang siswi berambut hitam panjang yang terlihat
aneh–karena rona di pipinya. Hey! Aku pernah melihat siswi itu! Ah, aku pernah melihatnya!
Dia yang menanyakan nama ku dulu! Apa dia juga salah satu dari fangirlsku ya?
Ah tak penting. Tapi, kurasa aku pernah melihatnya dengan Sakura. Sakura?
Ruangannya dimana ya? Ah kenapa aku jadi memikirkannya.
Kakashi-sensei mulai membagikan soal dan ljk –sekolahku
memakai ljk untuk uas dan ujian lainnya– dan kursi di sampingku masih kosong,
nomor absen yang tertempel di situ adalah… 13.
Apa ada hubungannya dengan kata-kata Naruto tadi? Baiklah,
malas memusingkannya. Aku mulai mengerjakan soal yang sudah dibagikan oleh
Kakashi-sensei dan kursi di sebelahku masih juga kosong. Sampai terdengar
ketukan pintu dan sebuah suara.
“S-sumimasen Sensei!”
Dia kah?
.
.
.
Aku mengangkat kepalaku dan melihat sekeliling untuk
memastikan, benar! dialah teman dudukku karena tak ada lagi kursi yang kosong
selain di sebelahku.
Gadis itu masih berdiri di ambang pintu, sampai
Kakashi-sensei bingung –hampir semua murid yang lainnya pun bingung– mengapa ia
masih berdiri di situ.
“Kau cepat duduk!” Kakashi-sensei pun menyuruhnya duduk.
“Eh?” gadis itu bergumam heran.
“Kenapa?”
“Aku di kelas sebelah sensei”
Tak cukup mendengar suaranya aku
pun mengangkat wajahku untuk melihatnya, jadi dia bukan teman duduk ku? Kalau
bukan dia, siapa? Aneh sekali rasanya tak punya teman duduk, lagipula walaupun
aku benci keramain aku juga tak suka kesepian.
“Lalu ada perlu apa Kau ke sini,
Yamanaka?”
Oh jadi dia dari klan Yamanaka,
dia juga kan teman Hinata dan Sakura yang menanyai nama ku dulu. Eh? Sakura
lagi? Menyebalkan.
“Hehe, aku hanya mau menyerahkan
ini, sensei.” Ujar gadis Yamanaka itu sembari memberikan Kakashi-sensei sepucuk
surat.
“Surat untuk apa ini?”
“Ne, itu surat dari temanku.
Haruno Sakura nomor absen 13, sensei. Dia sedang sakit jadi hari ini tidak bisa
ikut ujian.”
DEG
Haruno Sakura? 13? Sakit?
‘Oh ya, 13 adalah angka
keberuntunganmu lho!’ kalimat Naruto terngiang di kepalaku, apa ini maksudnya
keberuntungan? Duduk sebangku dengan Haruno Sakura yang menyebalkan?
Kurasa hatiku ingin meledak,
entah karena apa.
Gadis Yamanaka itu sudah kembali
ke kelasnya, dan aku berkutat kembali pada lembaran soal yang ku pegang. Aku
benar-benar tidak dapat mengerjakan soal dengan tenang walaupun aku yakin
jawabanku benar. Syukurlah hari ini aku tidak bertemu dengannya. Tapi bagaimana
dengan besok? Aku tak habis pikir. Dunia macam apa ini?
End of Sasuke’s POV
.
.
.
.
.
Helaian merah muda itu tampak
acak-acakan akibat perbuatan sang pemilik rambut, Haruno Sakura. Dirinya tampak
frustasi.
“Apa-apaan ini? Kenapa aku jadi
sakit begini?? Haaahh Aku? Haruno Sakura? Ikut ujian susulan? Argggghhhh bad as
hell yeah!!!” gerutunya kesal dibalik selimut yang membalut seluruh tubuhnya,
dirinya tampak seperti mumi, muehehehe.
Sakura memang merupakan contoh
murid teladan, jadi wajar kan kalau dia jadi begitu kesal karena harus
mengikuti ujian susulan pertamanya, yah.
“Sakura.” Panggil Haruno Mebuki,
Ibu Sakura. Sakura mengerjapkan matanya di balik selimut.
“Kau masih tidur? Ini Ibu sudah
membuatkanmu sarapan, surat mu sudah Ibu titipkan pada Ino.” Tutur Mebuki
lembut sembari meletakkan sarapan Sakura di atas meja dekat kasur Sakura.
“Hhh, aku sudah bangun kok.”
Sakura mengangkat selimut yang menutupi wajah cantiknya.
“Hm sepertinya perkiraan dokter
benar, kau bisa masuk sekolah besok.” Seulas senyum diberikan oleh Mebuki untuk
Sakura, telapak tangannya diletakkan di atas jidat lebar Sakura untuk
mengetahui suhu tubuh Sakura.
“Ya Aku sudah merasa lebih baik,
Bu.”
“Ya sudah, Kau sarapan dulu ya.
Ibu ingin pergi ke supermarket, kau sendiri di rumah ya. Jaa ne.” Mebuki
mengecup jidat lebar Sakura dan tersenyum.
“Ne, Arigato Kaa-san.” Sakura pun
tersenyum dan Mebuki membalasnya dengan anggukan kecil, kini Mebuki pun sudah
meninggalkan Sakura.
Sakura bangun dari kasurnya dan
mengambil sarapan, ternyata Ibunya membuatkan Sakura nasi goreng ekstra tomat.
“Tomat?” Sakura mengerutkan
dahinya, sedetik kemudian ia mengembungkan pipinya.
“Huh, tuh kan jadi ingat Sasuke,
menyebalkan!” gerutunya sambil menyuapkan nasi goreng extra tomat yang sudah
berhasil mengingatkannnya dengan Sasuke.
To be continued.
0 comment
What do you think about this post?