Sejarah: Kajian Tentang Hambatan dan Kemudahan serta Peranan Peneliti Indonesia dalam Melakukan Penelitian di Sangiran dan Trinil
Tugas: Melakukan Kajian tentang Hambatan dan
Kemudahan serta Peranan Peneliti Indonesia dalam Melakukan Penelitian di
Sangiran dan Trinil.
Situs sangiran ditemukan oleh ahli paleontologi
G.H.R. von Koenigswald pada tahun 1934 melalui artefak yang ditinggalkan Homo
erectus di Desa Ngebung, Sangiran. Saat itu von Koenigswald ditugaskan Belanda
untuk menyusun biostratigrafi Jawa berdasarkan fosil mamalia. Penggalian yang
dimulai pada tahun 1936 lalu menemukan fosil-fosil Homo erectus. Penemuan demi
penemuan pun terjadi terus sampai dasawarsa terakhir ini, membuktikan bahwa
Sangiran adalah situs Homo erectus yang sangat penting.
Penjelasan tentang Sangiran dimulai dengan menerangkan stratigrafi daerah
Sangiran yang di salah satu formasinya ditemukan banyak fosil Homo erectus.
Lapisan terbawah di Sangiran disusun oleh lempung biru Formasi Kalibeng berumur
Pliosen Atas (2,4 Ma) berlingkungan pengendapan laut (dalam). Pengangkatan
tektonik yang disertai aktivitas volkanik mengubah lingkungan Sangiran menjadi
lingkungan rawa. Ini terjadi pada batas Plio-Pleistosen (1,8 Ma). Breksi lahar
menandai peristiwa ini, yang diendapkan di atas lempung Kalibeng. Selama
sebagai rawa, di Sangiran diendapkan lempung hitam Formasi Pucangan yang
berlangsung sampai 0,9 Ma. Fosil paling tua ditemukan di bagian atas endapan
ini berumur 1,0 Ma. Pasti Homo erectus yang lebih tua daripada ini ada sebab
artefaknya yang berumur 1,2 Ma telah ditemukan. Antara 0.9-0.7 Ma, di sekitar
wilayah Sangiran terjadi pengangkatan kembali; daerah ini kemudian tererosi dan
mengendapkan bahan rombakannya ke wilayah Sangiran berupa pecahan gamping dan
materi volkanik yang terkenal disebut lapisan Grenzbank (lapisan pembatas)
sebab lapisan ini membatasi antara Formasi Pucangan di bawahnya dengan Formasi
Kabuh di atasnya. Setelah 0,7 Ma, wilayah Sangiran merupakan daerah penampung
endapan volkanik hasil letusan gunungapi-gunungapi di sekitarnya
(Lawu-Merapi-Merbabu purba). Sangiran saat itu telah menjadi daratan. Di dalam
Formasi Kabuh-lah banyak ditemukan fosil Homo erectus dengan umur
700.000-300.000 tahun. Pada 0,25 Ma diendapkan lagi breksi lahar yang
mengakhiri Formasi Kabuh. Letusan volkanik masih terus terjadi sampai menjelang
Resen, mengendapkan pasir volkanik Formasi Notopuro.
Fosil hominid tertua yang ditemukan di Sangiran saat ini berumur 1 M,
tetapi artefaknya telah ditemukan di lokasi Dayu (masih di Sangiran) dan
berumur 1,2 Ma. Artinya, masih mungkin terdapat Homo erectus yang lebih tua
daripada 1 Ma. Berdasarkan semua fosil Homo erectus yang telah ditemukan di
Sangiran dan sekitarnya (Kedungbrubus, Sambungmacan, Ngandong, Trinil, Ngawi),
Pak Harry Widianto menyatakan bahwa Homo erectus di Sangiran ini bisa
dikelompokkan menjadi tiga subspesies mengikuti penemuannya di lapisan tertua-termuda.
Dari tua ke muda adalah : (1) Homo erectus arkaik -Plistosen Bawah 1,5-1,0 Ma
ditemukan di bagian atas Formasi Pucangan, (2) Homo erectus tipikal -Plistosen
Tengah 0,9-0,3 Ma ditemukan di seluruh Formasi Kabuh, dan (3) Homo erectus
progresif -Plistosen Atas 0,2-0,1 Ma ditemukan di Formasi Notopuro. Homo
erectus progresif tidak ditemukan di Sangiran, tetapi di wilayah2 lebih hilir
dari Sangiran (Kedungbrubus, Sambungmacan, Ngandong, Trinil, Ngawi).
Mengapa Homo erectus progresif tidak ditemukan di Sangiran ? Karena tak
lama setelah pengendapan Notopuro, terjadi mud volcanism di Sangiran, sehingga
subspesies selanjutnya bermigrasi ke wilayah lebih hilir dan ditemukanlah
fosil-fosilnya di sana, termasuk yang pertama kali ditemukan Dubois di Trinil.
Jelajah Situs Purba di Trinil
Ratusan tahun silam di Tanah Jawa,
tepatnya di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo, sebuah sejarah besar tentang
manusia purba terkuak.
Dari penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda ditemukan beberapa pecahan batu. Mulai dari gigi geraham, tulang paha, tengkorak manusia purba dan binatang.Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini berasal dari evolusi kera.
Dari penggalian yang dilakukan Eugene Dubois, seorang dokter berkebangsaan Belanda ditemukan beberapa pecahan batu. Mulai dari gigi geraham, tulang paha, tengkorak manusia purba dan binatang.Upaya Dubois tidak bisa dibilang asal-asalan. Dirinya waktu itu, tertantang dengan teori Human Origin, yang dikemukakan Charles Robert Darwin (1809-1882). Dalam teori itu menyatakan bahwa manusia ini berasal dari evolusi kera.
Berdasar teori Human Origin, Dubois meninggalkan
negeri kincir angin menuju Indonesia pada tahun 1887. Selain itu ada dua alasan
yang dijadikan acuannya kali ini. Pertama, berdasarkan buku The Descent of Man,
menceritakan bahwa nenek moyang manusia seharusnya hidup di daerah tropis.
Karena manusia purba sudah kehilangan bulu selama perkembangannya.
Alasan kedua, di Hindia-Belanda (Indonesia) banyak
gua-gua, jadi tak mustahil akan ditemui fosil-fosil atau bekas kehidupan
manusia purba.
Beberapa teori dan alasan itulah Eugene Dubois,
bertekad untuk membuktikan penelitiannya dengan menggali di beberapa daerah.
Khususnya yang ada di Pulau Jawa di sepanjang aliran Sungai Bengawan Solo.
Namun, sebelumnya Dubois meneliti di Payah Kumbuh, Sumatera, tahun 1887.
Sejarah Penelitian Manusia Purba
Sejak awal dicetusan teori evolusi. Kepulauan
Indonesia telah menjadi daya tarik sendiri bagi pemburu fosil the missing-link.
Tidak saja karena disebut-sebut oleh A.R. Wallace sebagai salah satu tempat
yang sangat mungkin menyimpan fosil the missing-link, tetapi juga karena
Indonesia sudah terbukti menghasilkan fosil-fosil hewan purba. Kekayaan fosil
hewan purba di Indonesia dietahui oleh para ahli Eropa dari Raden Saleh dan
F.W. Junghuhn.
Raden Saleh adalah maestro seni lukis Indonesia
yang akrab dengan orang Eropa. Selain melukis ia juga senang mengumpulkan
benda-benda yang unik, termasuk fosil hewan purba dari sangiran yang ketika itu
dikenal oleh masyarakat sebagai “balung buto” (tulang manusia raksaksa). Kadang
Raden Saleh menunjukkan fosil koleksinya kepada orang Eropa, sehingga diketahui
pula oleh para ilmuan disana.
F.W. Junghuhn adalah seorang ahli ilmu hayat yang
banyak menjelajahi hutan belantara dan tempat-tempat terpencil di Indonesia
yang kaya akan hewan dan tanaman. Ketika berada di Jawa, ia pernah singgah ke
situs Patiayam, dekat Kudus, dan Kedungbrubus, dekat Sragen, yang dilaporkan
banyak mengandung fosil
1931-1943
Tahun 1931, perburuan manusia purba di Indonesia
meningkat kembali dengan kedatangan G.H.R. von Koenigswald, ahli paleontology
dari Jerman yang menjadi pegawai di Jawatan Geologi Bandung. Koenigswald di
bantu oleh W.F.F. Oppenoorth, C. Ter Haar, dan van Es juga meneliti situs-situs
di Perning (dekat Mojokerto), Ngandong ( dekat Blora), dan Punung (dekat
Pacitan).
Tahun 1931, di situs Ngandong ditemukan fosil
tengkorak Pithecanthropus Soloensis ( Homo erectus Soloensis) oleh ter Haar dan
Oppenoorth. L.C.J van Es memetakan situs Sangiran pada tahun 1932.
Gustav Heinrich Ralp von Koenigswald, berasal dari
Jerman, tatapi kemudian menjadi warga Negara Belanda. Dua tahun setelah ia
menamatkan kuliahnya di bidang geologi dan paleontology, ia bekerja di museum
namun akhirnya ia putuskan untuk berangkat ke Indonesia (Hindia Belanda) karena
pemerintah membutuhkan tenaganya. Ia tertarik pada evolusi manusia purba karena
pengaruh ahli antropologi terkenal Rudolf Martin yang tidak lain adalah teman
ayahnya.
KESULITAN-KESULITAN
SAAT MELAKUKAN PENELITIAN
1.
FAKTOR GEOGRAFIS
Faktor geografis suatu wilayah
dapat mempengaruhi peroses penelitian
yang dilakukan oleh para peneliti saat meneliti fosil-fosil atau peninggalan
zaman purba. Hal ini karena letak
penelitiannya merupakan tempat yang terpencil yg cukup sulit untuk dijangkau.
2.
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
pada saat dahulu, saat dilakukan
penelitian belum ditemukan teknologi seperti sekarang ini yang memudahkan dalam
melakukan penelitian. Peralatan yang digunakan belum secanggih sekarang.
Banyak bagian-bagian dari
fosil yang hilang. Sehingga menyulitkan peneliti untuk meneliti lebih dalam tentang
penemuannya. Faktor yang menyebabkan hal tersebut terjadi karena lamanya fosil
tertanam di dalam tanah, sehingga termakan usia. Selain itu juga disebabkan
karena bencana alam.
Kemudahan
Dalam Melakukan Penelitian
Kemudahan terjadi karena
kerjasama para peneliti yang sangat baik. Sehingga bisa sukses mendapatkan
berbagai macam fosil. Yang merupakan bukti peninggalan kehidupan di zaman
manusia purba.
Kecerdasan para peneliti
juga berperan penting dalam proses penemuan fosil
Dapat dilihat dan didownload disini
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara download:
1. Klik tulisan 'disini' di atas
2. Silang laman yang tidak perlu, tunggu loading sebentar
3. Tekan 'Skip Ad'
4. Download file drive di tanda unduh (panah ke bawah ↓) di pojok kanan atas laman google drive
5. Selesai, tinggal cek di folder download
❤❤❤
Fina Sarah Adhari
Ig: finasaadha
Twitter: finasaraha_13
0 comment
What do you think about this post?