A SasuSaku Fanfiction: Please Love Me Like I Love You - Chapter 3: Exam

by - August 22, 2017


Naruto ©Masashi Kishimoto
SasuSaku’s Pairing
Warning: OOC, alur kecepetan, gaje, typo bertebaran (walaupun sudah diminimalisir), dll.
Note: sudah pernah dipost di fanfiction(dot)net dengan judul sama.
Happy reading minna!^^)/


Sakura yang sedang berjalan di koridor perpustakaan dengan wajah lesu dan tatapan kosong pun akhirnya tersadar dari lamunannya akibat baru saja ia bertabrakan dengan…
“Naruto?!”
—Uzumaki Naruto.
“Eh gomen ne Sakura-senpai!” Naruto sedikit terkejut melihat siapa yang baru saja bertabrakan dengannya.
“Ne, daijobu Naruto.” Sakura tersenyum tipis.
“Senpai mau kemana? Sudah makan belum? Kalau belum, ayo ke kantin bersama!” ujar Naruto yang dibalas dengan anggukan kecil dari Sakura, Naruto pun tanpa ragu menarik tangan Sakura menuju ke kantin.
Sasuke yang baru saja selesai makan di kantin pun kini berpapasan dengan Sakura dan Naruto yang sedang menuju kantin. Sasuke menatapnya dengan tatapan biasa—datar. Namun siapa sangka jauh di dalam hatinya tersimpan rasa sesal dan kesal begitu melihat tangan Naruto yang menggenggam erat tangan Sakura.
Lain halnya dengan Sakura, ia pun menarik wajahnya agar melihat Sasuke, melihat mata Sasuke. Biasa. Tidak ada harapan.
.
Menyerah
.
Yah itulah jalan yang dipilih Sakura, karena ia rasa Sasuke tak akan membalas perasaannya.
Setelah berpapasan dengan Sasuke, ia pun kehilangan nafsu makan dan memutuskan untuk kembali ke kelas.
“Gomen ne Naruto, sebaiknya Aku kembali ke kelas, daijobu?” tutur Sakura dengan sopan.
“Eh? Senpai kenapa? Pasti karena Sasuke ya?” tebak Naruto.
Dan,,, bingo! Sakura diam tak menjawab dia pun langsung melangkah meninggalkan kantin dan Naruto yang melongo.
.
.
.
.
.
Jam pelajaran setelah istirahat yang seharusnya diisi oleh Anko-sensei sang guru seni budaya pun kini sedang kosong karena Anko ada rapat mendadak bersama guru seni budaya dari sekolah-sekolah lain. Sakura yan tak begitu suka dengan pelajaran seni budaya pun merasa senang, namun ia mengingat ada tugas yang belum ia kerjakan –karena tak mengerti– tentang seni musik, jadi ia meminta Ino mengajarkannya.
 “…..Nah jadi begitu lho Forehead! Kau mengerti?... Lho? Sakura! Saku? SA-KU-RA!!!!????”
Sakura pun tersadar dari lamunannya akibat teriakan Ino yang mengganggu telinganya.
“Kau ini bagaimana sih!? Aku sudah menjelaskan panjang lebar tapi kau malah tidak memerhatikanku!” tukas Ino ketus.
“Ngh gomen ne Ino…” tutur Sakura pelan.
“Ne, ne, ne. Jadi ada apa dengan mu? Hmm biar kutebak!! Ah… pasti Sasuke kan?”
Ino pun duduk di samping Sakura dan merangkulnya.
“Yaa… kau tahu lah Ino…” jawab Sakura semakin pelan. Wajahnya kini bagaikan bunga layu.
“Hmm ada apa lagi sekarang?”
“Tadi… aku bertemu dengannya.”
“Lalu?”
Flashback On
Karena sebentar lagi jam istirahat akan selesai, jadi koridor mulai sepi—walaupun masih ada beberapa orang.
 Sasuke yang baru saja keluar dari toilet pun terkejut bukan main saat berpapasan—lagi— dengan Sakura yang baru saja kabur dari kantin. Tak disangka ia bertemu lagi dengan Sasuke.
“S-sasuke?” Sakura yang kaget pun tanpa sadar telah menyebut nama Sasuke.
“Hn?”
Okay ini adalah untuk pertama kalinya mereka berbicara, dapatkah anda bayangkan betapa bahagianya Sakura.
“E-eh tidak ada!” jawab Sakura yang kemudian akan melenggang lari kalau saja tangan Sasuke tak menahan tangannya.
Sakura pun jadi salah tingkah, untuk pertama kalinya Uchiha Sasuke MEMEGANG TANGANNYA. Berlebihan.
Sakura jadi gengsi sendiri. Tapi mau disembunyikan seperti apapun toh Sasuke sudah tahu kalau Sakura menyukainya.
“A-apa?!” Sakura sedikit meninggikan suaranya.
“Kau Haruno Sakura yang selalu saja menitip salam melalui Naruto setiap hari, Hn?” pertanyaan Sasuke sukses membuat Sakura merona tipis.
“E-eh? A-apa? T-tid—“
“Jangan berbohong, aku tahu kau.” Potong Sasuke.
“Hhh” Sakura menghela nafas. “ Baiklah aku mengaku! Lalu ada apa heh? Kenapa? Kau… membenciku?” tutur Sakura lalu mengembungkan pipinya karena kesal.
“Hn, benar. Aku harap kau berhenti mengganggu hidupku.”
Sakura melongo, Sasuke melepas pegangan tangannya dari tangan Sakura dan membelakanginya.
“Katakan.” Gumam Sasuke pelan tapi cukup didengar oleh Sakura.
“Mengatakan apa?” Tanya Sakura bingung.
“Katakan apa yang ingin kau katakan, cepat sebelum aku berubah pikiran!!”
“…..”
“….”
“…..”
“Hn. Baiklah aku pergi.”
“…”
Sasuke pun melangkah kan kakinya, namun suara Sakura menghentikan langkahnya.
“E-eh… Cintai aku Sasuke… kun!!!”
Sakura pun langsung berlari mendahului Sasuke yang terpaku. Entah kenapa, Sasuke merasakan ada sesuatu yang salah pada dirinya. Entahlah.
Flashback Off
“Oh begitu ya…” Ino menaruh kedua jari telunjuknya  di masing-masing pelipisnya–berpikir.
“Kau memikirkan apa Ino?” Tanya Sakura heran.
“Hmm sepertinya Sasuke mulai kepo deh tentang kamu….” Tammpak raut wajah Ino menimbang-nimbang.
“Oh ya? Kau jangan membuatku semakin berharap dong Ino!” Sakura mengerucutkan bibir dan mengembungkan pipinya, membuat Ino gemas.
“Hm aku juga tak tahu, kita lihat saja nanti.” Tutur Ino yang wajahnya kembali santai.
Sakura mengangguk kecil.
.
.
.
.
.
Jika memang perasaanku padamu terasa sangat mengganggu, katakanlah. Maka aku akan berusaha sekuat tenaga untuk melupakan bahwa aku pernah memiliki perasaan yang sangat dalam padamu dan itu sangat membuatku menjadi gila.
.
.
.
.
.
“Apanya yang tidak ada harapan?” teriak Sakura kesal. Kini gadis bersurai pink itu tengah berada dalam kamar pribadinya yang nyaman. Terlihat ia sedang mondar-mandir di ruangan pink itu. Menentukan, maju atau mundur. Menurutnya maju atau mundurnya dia dalam mengejar cinta Uchiha Sasuke adalah tergantung dari harapan yang diberikannya.
.
Tidak ada harapan?
Lalu untuk apa Sasuke masuk ke dalam hidup Sakura? Apa hanya untuk memberikan luka?
Lalu untuk apa sang Pangeran Es memberitahu namanya? Apa hanya untuk menambah koleksi fangirlsnya? –tidak, Sasuke tidak seperti itu–
Lalu untuk apa adanya hormon dopamin dan serotonin jikalau hanya untuk membuat orang jatuh cinta, bahkan menjadi pecandu cinta?
Lalu apa namanya ketika Sasuke yang pernah terpaku akibat pesona sang Haruno Sakura ketika memberikan senyum manisnya?
Lalu apa namanya ketika Sasuke benar-benar menyadari bahwa Sakura itu cantik, manis, dan kawaii­­—seperti yang dikatakan Naruto—?
Lalu untuk apa Sasuke menanyakan tentang umur Sakura?
Lalu apa namanya ketika Sasuke memegang tangan Sakura?
Lalu apa maksud dari pertanyaan atau lebih tepatnya perintah dari Sasuke untuk Sakura agar mengatakan apa yang ingin ia katakan?
Apa itu hanya harapan palsu?
.
Sakura mengacak-acak rambutnya, pikirannya melayang entah kemana, sungainya tak dapat lagi dibendung, kini wajahnya penuh dengan air sungai yang mengalir melalui mata indahnya.
“Tapi kalau memang ada harapan, bagaimana hm?” gumam Sakura pada dirinya sendiri disela isakannya.
.
Tapi apa Sakura? Harapan?
Lalu apa namanya ketika Sasuke mengabaikan Sakura setiap Sakura mencoba mendekatinya?
Lalu apa namanya ketika Sasuke selalu marah bahkan sampai membuatnya muak karena salam dari Sakura?
Lalu apa namanya ketika Sasuke dengan jelas berkata bahwa dia membenci Sakura? Apakah itu hanyalah sebuah kebohongan?
Lalu untuk apa Sasuke menyuruh Naruto untuk berhenti membicarakan Sakura?
Lalu apa namanya ketika Sasuke mengabaikan permintaan pertemanan Sakura di facebook? Bukankah jikalau kita menyukai seseorang maka kita bukan mengabaikannya kan?
Lalu apa maksud semua ini?
.
Bukankah ini menyakitkan? Hey coba kau yang merasakannya!
Sakura semakin frustasi, apa-apaan dunia ini? Membuat orang dilemma saja. Sakura mengambil smartphone-nya berniat untuk menelfon Ino dan Hinata, tapi diurungkan niatnya, menurutnya jika Ino dan Hinata tahu ia dalam keadaan seperti ini, hell yeah, mereka pasti mati kehebohan.  Memaksakan diri tersenyum Sakura pun menghampiri kasurnya dan duduk di tepi, berfikir—lagi. Sakura merutuki dirinya sendiri, baru saja ia menyadari tingkahnya yang aneh ini.
Hanya karena Sasuke ia berubah menjadi gadis yang –bisa dikatakan– tidak tahu malu, hampir setiap saat ia membuat status atau tweet tentang Sasuke, bahkan blakblakan menyebutkan nama Sasuke. Bukankah itu memalukan, eh?
Setelah sibuk dengan pikirannya dan terbebas dari bebannya, Sakura pun memutuskan mengakhiri hidupnya…

Untuk…



Sementara.
Rasa kantuk yang mulai menyerang membuatnya lebih cepat terlelap dan bergelut dalam alam mimpi setelah membaringkan tubuhnya di kasur.
­.
.
.
.
.
Akhir-akhir ini, pertemuan antara Sasuke dan Sakura tak dapat terelakkan lagi, berkat UAS semester 2 mereka yang dulunya sering atau bahkan bisa disebut jarang bertemu kini harus bertemu setiap hari selama UAS.
Kenapa?
Karena guru-guru di sekolah mereka sepakat bahwa dalang ruangan ujian dihuni oleh sebagian murid kelas X, sebagian murid kelas XI, dan sebagian murid kelas XII. Dan, kebetulan sekali mereka –Sasuke dan Sakura– dipertemukan dalam ruangan yang sama.
 Entah apa yang terjadi, dan apa yang dirasuki oleh takdir. Haruskah Sakura memiliki Izanami agar bisa menentukan takdirnya? Ataukah Izanagi agar Sakura dapat merubah takdirnya? Tak perlu, Sakura tak membutuhkan Izanami ataupun Izanagi, cukup dengan lewati hari dan coba memberanikan diri.
Hari pertama ujian…

Sasuke’s POV
“Hn, apa-apaan ini? Menyebalkan sekali, pasti banyak siswi yang cari perhatian…” gumamku pelan. Untung saja aku berangkat pagi, jadi masih sepi, karena kemarin aku tidak masuk sekolah jadi aku tidak tahu ruanganku dimana. Aku berjalan menyusuri koridor lantai satu, dan syukurlah aku melihat punggung seseorang yang sangat ku kenal.
“Dobe!” panggilku cukup keras hingga membuatnya menoleh.
“Eh, Temeeee!!! Aku tahu pasti kau ingin menanyakan dimana ruanganmu kan? Hm?Hm?” Tanya orang yang kupanggil Dobe itu dengan cengiran khasnya yang berlebihan, tidak cool sekali.
“Hn.” Jawabku meng’iya’kan pertanyaan atau lebih tepat pernyataannya.
“Ku anggap itu iya. Ruanganmu di lantai dua paling pojok sebelah kiri, teman seruanganmu tentu saja Aku, ayo kita ke ruangan!” serunya senang sambil berjalan kearah tangga. Aku hanya mengangguk pelan lalu mengikutinya dari belakang.
“Oi Teme! Kau tidak mau lihat kertas ini?! Ini pengumuman siapa yang duduk seruangan dengan kita lho!” Si baka Dobe itu menunjuk kertas yang tertempel di jendela ruang ujian ku.
“Tidak, kau saja. Aku ingin masuk.” Jawabku menolak ajakannya yang menurutku tidak berguna. Aku pun memasuki ruangan lalu duduk di bangku yang bertuliskan nomor absenku. Tak lama si Dobe itu datang dengan cengiran yang masih saja menempel di wajahnya.
“Kau tahu Teme?—“ dia menjeda sedikit kalimatnya dengan cengiiran yang semakin melebar. Aku hanya diam.
“—di ruangan kita banyak ceweknya lho!” ujarnya senang lalu duduk di bangku yang bertuliskan nomor absennya.
Sungguh malas sekali harus bertemu dengan siswi-siswi baru yang pasti susah diatur dan ribut,  siswi-siswi di kelasku saja sudah cukup membuatku merasa terganggu.
“Oh ya, 13 adalah angka keberuntunganmu lho!” tutur Naruto setelah duduk di kursinya.
Aku tidak terlalu memusingkan kata-kata Naruto, dan sekarang Aku benar-benar ingin segera pergi dari ruangan ini, siswi-siswi yang –kurasa– adalah fansku kini mulai berdatangan, bahkan ada yang mencoba menggodaku!
“Heii Sasuke-kun!” sapanya manja, Oh Kami-sama. Siapa anak ini? Berani-beraninya dia melingkarkan tangannya di lenganku, aku pun berusaha melepas tangannya dan ah! Akhirnya terlepas.
“Siapa Kau? Berani-beraninya kau memegang tanganku!” bentakku ketus.
“Heiheihei, tenanglah Sasuke-kun! Aku Karin, Uzumaki Karin. Kelas XII-6, Aku ini ketua perkumpulan fansmu lho, Sasuke-kun!” ujarnya semakin –SOK– manja. Ini benar-benar membuatku gila. Dan apa? Uzumaki? Jadi dia keluarga si Baka Dobe itu, Hn menyebalkan. Dan apalagi tadi itu? Dia kelas XII? Bahkan dia lebih tua dari pada Sakura. Hah? Sakura? Untuk apa aku memikirkannya? Arghhh dan apa lagi? Karin? Ketua perkumpulan fansku? Menyebalkan, rasanya aku ingin lari sekarang. Tapi apa? Lari? Itu sama sekali bukan Uchiha.
“Hn. Pergi kau! Jangan dekat-dekat denganku!” bentakku semakin ketus dan sinis.
“Hah? Kau mengusirku Sasuke-kun? Mana bisa!” tuturnya, untunglah nada –sok– manja nya sudah hilang. Tapi dia tetap saja menyebalkan, bahkan lebih menyebalkan dari Sakura. Eh? Apa? Sakura lagi? Arggghhh aku merasa semakin gila.
Akhirnya aku memutuskan untuk diam, kulihat Karin mulai beranjak dari kursi di sebelahku dan berjalan menuju tempat dimana seharusnya dia berada–hell yeah.
Kini pengawas ruanganku telah masuk, dia adalah Kakashi-sensei. Dan hey! Aku baru menyadari, hanya aku yang masih duduk sendiri! Sedangkan yang lainnya sudah duduk bersama teman sebangkunya, kulihat Naruto duduk dengan seorang siswi berambut hitam panjang yang terlihat aneh–karena rona di pipinya. Hey! Aku pernah melihat siswi itu! Ah, aku pernah melihatnya! Dia yang menanyakan nama ku dulu! Apa dia juga salah satu dari fangirlsku ya? Ah tak penting. Tapi, kurasa aku pernah melihatnya dengan Sakura. Sakura? Ruangannya dimana ya? Ah kenapa aku jadi memikirkannya.
Kakashi-sensei mulai membagikan soal dan ljk –sekolahku memakai ljk untuk uas dan ujian lainnya– dan kursi di sampingku masih kosong, nomor absen yang tertempel di situ adalah… 13.
Apa ada hubungannya dengan kata-kata Naruto tadi? Baiklah, malas memusingkannya. Aku mulai mengerjakan soal yang sudah dibagikan oleh Kakashi-sensei dan kursi di sebelahku masih juga kosong. Sampai terdengar ketukan pintu dan sebuah suara.
“S-sumimasen Sensei!”
Dia kah?
.
.
.

Aku mengangkat kepalaku dan melihat sekeliling untuk memastikan, benar! dialah teman dudukku karena tak ada lagi kursi yang kosong selain di sebelahku.
Gadis itu masih berdiri di ambang pintu, sampai Kakashi-sensei bingung –hampir semua murid yang lainnya pun bingung– mengapa ia masih berdiri di situ.
“Kau cepat duduk!” Kakashi-sensei pun menyuruhnya duduk.
“Eh?” gadis itu bergumam heran.
“Kenapa?”
“Aku di kelas sebelah sensei”
Tak cukup mendengar suaranya aku pun mengangkat wajahku untuk melihatnya, jadi dia bukan teman duduk ku? Kalau bukan dia, siapa? Aneh sekali rasanya tak punya teman duduk, lagipula walaupun aku benci keramain aku juga tak suka kesepian.
“Lalu ada perlu apa Kau ke sini, Yamanaka?”
Oh jadi dia dari klan Yamanaka, dia juga kan teman Hinata dan Sakura yang menanyai nama ku dulu. Eh? Sakura lagi? Menyebalkan.
“Hehe, aku hanya mau menyerahkan ini, sensei.” Ujar gadis Yamanaka itu sembari memberikan Kakashi-sensei sepucuk surat.
“Surat untuk apa ini?”
“Ne, itu surat dari temanku. Haruno Sakura nomor absen 13, sensei. Dia sedang sakit jadi hari ini tidak bisa ikut ujian.”
DEG
Haruno Sakura? 13? Sakit?
‘Oh ya, 13 adalah angka keberuntunganmu lho!’ kalimat Naruto terngiang di kepalaku, apa ini maksudnya keberuntungan? Duduk sebangku dengan Haruno Sakura yang menyebalkan?
Kurasa hatiku ingin meledak, entah karena apa.
Gadis Yamanaka itu sudah kembali ke kelasnya, dan aku berkutat kembali pada lembaran soal yang ku pegang. Aku benar-benar tidak dapat mengerjakan soal dengan tenang walaupun aku yakin jawabanku benar. Syukurlah hari ini aku tidak bertemu dengannya. Tapi bagaimana dengan besok? Aku tak habis pikir. Dunia macam apa ini?
End of Sasuke’s POV
.
.
.
.
.
Helaian merah muda itu tampak acak-acakan akibat perbuatan sang pemilik rambut, Haruno Sakura. Dirinya tampak frustasi.
“Apa-apaan ini? Kenapa aku jadi sakit begini?? Haaahh Aku? Haruno Sakura? Ikut ujian susulan? Argggghhhh bad as hell yeah!!!” gerutunya kesal dibalik selimut yang membalut seluruh tubuhnya, dirinya tampak seperti mumi, muehehehe.
Sakura memang merupakan contoh murid teladan, jadi wajar kan kalau dia jadi begitu kesal karena harus mengikuti ujian susulan pertamanya, yah.
“Sakura.” Panggil Haruno Mebuki, Ibu Sakura. Sakura mengerjapkan matanya di balik selimut.
“Kau masih tidur? Ini Ibu sudah membuatkanmu sarapan, surat mu sudah Ibu titipkan pada Ino.” Tutur Mebuki lembut sembari meletakkan sarapan Sakura di atas meja dekat kasur Sakura.
“Hhh, aku sudah bangun kok.” Sakura mengangkat selimut yang menutupi wajah cantiknya.
“Hm sepertinya perkiraan dokter benar, kau bisa masuk sekolah besok.” Seulas senyum diberikan oleh Mebuki untuk Sakura, telapak tangannya diletakkan di atas jidat lebar Sakura untuk mengetahui suhu tubuh Sakura.
“Ya Aku sudah merasa lebih baik, Bu.”
“Ya sudah, Kau sarapan dulu ya. Ibu ingin pergi ke supermarket, kau sendiri di rumah ya. Jaa ne.” Mebuki mengecup jidat lebar Sakura dan tersenyum.
“Ne, Arigato Kaa-san.” Sakura pun tersenyum dan Mebuki membalasnya dengan anggukan kecil, kini Mebuki pun sudah meninggalkan Sakura.
Sakura bangun dari kasurnya dan mengambil sarapan, ternyata Ibunya membuatkan Sakura nasi goreng ekstra tomat.
“Tomat?” Sakura mengerutkan dahinya, sedetik kemudian ia mengembungkan pipinya.

“Huh, tuh kan jadi ingat Sasuke, menyebalkan!” gerutunya sambil menyuapkan nasi goreng extra tomat yang sudah berhasil mengingatkannnya dengan Sasuke.

To be continued.






Fina Sarah Adhari
Twitter: finasaraha_13

You May Also Like

0 comment

What do you think about this post?