Kata
Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah
SWT karena rahmat, taufiq dan hidayahNya kepada kami sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini. Kedua kalinya salawat serta salam tetap tercurahkan
kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah mengarahkan kita kepada
agama yang diridhai Allah SWT yakni agama Islam.
Namun kami yakin tanpa adanya bimbingan,
dorongan, motivasi dan do’a, makalah yang berjudul “Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an sebagai
Bayan At-Tafsir” ini tidak akan terwujud.Selain itu ucapan
terima kasih kami kepada yang terhormat, guru pembimbing kami, M. Zainul
Luthfi, S.Pd
Akhir kata penulis menyadari maklah ini
masih banyak kesalahan, baik dalam penulisan maupun informasi yang terkandung
didalam makalah ini, oleh karena itu kami mengharapkan kritik maupun saran yang
membangun demi perbaikan dan kesempurnaan dimasa yang akan datang. Dan semoga
makalah ini bisa membawa manfaat bagi kita khususnya bagi kami. Amin.
Mataram, 4 April 2015
Kelompok 2
Daftar Isi
Kata Pengantar................................................................................ 1
BAB I : Pendahuluan......................................................................... 3
A.
Latar Belakang......................................................................................................... 3
B.
Rumusan Masalah............................................................................................ 3
C.
Tujuan 3
BAB II : Pembahasan........................................................................ 4
A.
Hadits sebagai Bayan terhadap Model Tafsir
Al-Qur’an........................................... 4
B.
Hadits sebagai Bayan At-Tafsir................................................................................. 9
BAB III : Kesimpulan......................................................................... 13
Daftar Pustaka................................................................................. 14
BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Mayoritas Ulama sepakat bahwa hadits atau
sunnah merupaan sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Kedunya tidak dapat
dipisahkan. Sebab antara keduanya sama-sama merupakan wahyu Allah SWT. Jika
al-Qur’an disebut sebagai whyu “al-matluw”
(wahyu yang terbaca), maka sunnah merupakan wahyu “ghair al-watluw”(wahyu yang tidak terbaca). Artinya al-Qur’an
merupakan wahyu yang terbaca yang disusun secara sistematis dan mengandung
nilai mu’jizat, sementara sunnah merupakan wahyu yang diriwayatkan (marwiy) yang dinukil tanpa susunan yang
sistematis sebagaimana al-Qur’an, dan juga tidak mengandung nilai mu’jizat,
tidak matluw meskipun maqru’. “dan tiadalah yang diucapkan itu (al-Qur’an) menurut kemauan hawa
nafsunya”. Ucapanya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya)”.
Oleh karena itu, umat Islam diwajibkan untuk taat kepada sunah sebagaimana
ketaatannya kepada al-Qur’an. Dalam
hubungannya dengan Al-Qur’an, hadits mempunyai peran penting yaitu sebagai
penjelas dari ayat-ayat Al-Qur’an.Namun hadits itu sendiri dibagi atas beberapa
pengertian dan konstektual. Sedangkan fungsi hadits sebagai penjelas juga
banyak pembagiannya seperti bayan tafsir, bayan taqrir, dan bayan tabdil atau
nasakh.
B.
Rumusan Masalah
1. Apakah fungsi Hadits sebagai bayan?
2. Apakah fungsi Hadits sebagai bayan at-tafsir?
C. Tujuan
Untuk mengetahui
peranan hadits sebagai penjelas dari ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an.
BAB II
Pembahasan
A. Hadits sebagai
Bayan terhadap Model Tafsir Al-Qur’an
Semua umat Islam telah sepakat bahwa hadits rasul adalah sumber dan dasar
hukum Islam setelah al-Qur’an, dan umat Islam diwajibkan mengikuti dan
mengamalkan hadits sebagaimana diwajibkan mengikuti dan mengamalkan al-Qur’an.
al-Qur’an dan
Hadits merupakan dua sumber hukum pokok syariat Islam secara mendalam dan
lengkap tanpa kembali kepada dua sumber hukum tersebut. Seorang mujtahid dan
seorang Ulama pun tidak diperbolehkan hanya mencukupkan diri dengan mengambil
salah satu diantara keduanya.
Banyak kita jumpai ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-hadits yang memberikan
pengertian hadits merupakan sumber hukum Islam setelah al-Qur’an yang wajib
diikuti, dan diamalkan baik dalam bentuk perintah maupun larangannya, dan
uraian dibawah ini merupakan penjelasan tentang kedudukan hadits dalam syariat
Islam dengan mengambil beberapa dalil, baik aqli maupun naqli.
Hadits sebagai bayan (penjelas) dalam ajaran Islam berfungsi sebagai
memperkokoh apa yang terkandung dalam al-Qur’an (bayan taqrir), sebagai
penjelas ayat yang mujmal (bayan tafsir), mengadakan suatu hukum yang belum ada
dalam al-Qur’an (bayan tasyri’), dan juga sebagai mengganti suatu hukum atau
menghapus suatu hukum (bayan nasakh).
Telah diketahui, bahwa makna dan kandungan al-Qur’an kebanyakan adalah
masih bersifat ‘am (umum) dan mujmal (global). Hal itu tentu saja menghajatkan
penjelasan-penjelasan yang lebih terang dan detail . Muhammad Saw. sebagai
Rasulullah, telah diberikan tugas dan otoritas (wewenang penuh) untuk
menjelaskan terhadap makna al-Qur’an.
Hal itu sebagaimana dijelaskan Allah Swt. dalam al-Qur’an, surat an-Nahl,
ayat 44
Artinya: keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. dan Kami
turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang
telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirkan.
[Yakni:
perintah-perintah, larangan-larangan, aturan dan lain-lain yang terdapat dalam
Al Quran.
Ayat ini adalah merupakan salah satu penetapan tugas Rasul untuk
menjelaskan makna al-Qur’an, sekaligus merupakan fasilitas legal dari Allah,
atas kewajiban umat Islam untuk mentaati dan mengikuti apa yang dilakukan oleh
Nabi saw. Sehubungan dengan hal tersebut di atas.
Musthafa as-Sibaiy secara garis besar menjelaskan bahwa terdapat tiga
fungsi Nabi Saw. dalam arti Hadis / Sunnah terhadap model tafsir al-Qur’an, di
antaranya :
1. Sebagai memperkuat hukum yang terkandung
dalam al-Qur’an, baik yang global maupun yang detail.
2. Menjelaskan hukum-hukum yang terkandung dalam
al-Qur’an , yakni mentaqyidkan (mempersyaratkan) yang mutlak, mentafshilkan
yang mujmal dan mentakhsiskan (penentuan yang khusus) atas yang masih ‘am.
3. Menetapkan hukum yang tidak disebutkan oleh
al-Qur’an.
Beberapa contoh mengenai fungsi hadis /
sunnah sebagaimana yang dijelaskan oleh Musthafa as- Siba’iy, seperti yang
dikutip oleh Fatchur Rahman, menjelaskan:
1.
Sebagai penetapan untuk memperkuat hukum, seperti dalam
al-Qur’an yang mengharamkan tentang bersaksi palsu atau berkata dusta, Allah
SWT. berfirman dalam al-Qur’an Surah al-Hajj ayat 30
Artinya: Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan
apa-apa yang terhormat di sisi Allah[989] Maka itu adalah lebih baik
baginya di sisi Tuhannya. dan telah Dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak,
terkecuali yang diterangkan kepadamu keharamannya, Maka jauhilah olehmu
berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.
[989]
Maksudnya antara lain Ialah: bulan Haram (bulan Zulkaidah, Zulhijjah, Muharram
dan Rajab), tanah Haram (Mekah) dan ihram.
Kemudian Nabi Saw. dengan hadisnya menguatkannya, sebagaimana sabdanya
yang artinya “ Perhatikanlah ! Aku akan memberitahukan kepadamu sekalian
tentang sebesar – besarnya dosa. Sahut kami : Baiklah yaa Rasulullah , beliau
meneruskan sabdanya ; musyrik kepada Allah, menyakiti kedua orang tua. Saat itu
Rasulullah sedang bersandar, tiba-tiba duduk , seraya bersabda lagi ; Awas !
berkata (bersaksi) palsu.”
2.
Menjelaskan hukum al-Qur’an yang masih mujmal, misalnya:
Nash al-Qur’an, mengharamkan bangkai dan darah secara global dan mutlak, sebagaimana
firman Allah dalam al-Qur’an Surah Al-Maidah ayat 3
Artinya: diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah[394],
daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang
tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya[395], dan (diharamkan
bagimu) yang disembelih untuk berhala. dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah[396], (mengundi nasib dengan anak panah itu)
adalah kefasikan. pada hari ini[397] orang-orang kafir telah putus
asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu,
dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi
agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa[398] karena kelaparan tanpa
sengaja berbuat dosa, Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
[394]
Ialah: darah yang keluar dari tubuh, sebagaimana tersebut dalam surat Al An-aam
ayat 145.
[395]
Maksudnya Ialah: binatang yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang
ditanduk dan yang diterkam binatang buas adalah halal kalau sempat disembelih
sebelum mati.
[396] Al
Azlaam artinya: anak panah yang belum pakai bulu. orang Arab Jahiliyah
menggunakan anak panah yang belum pakai bulu untuk menentukan Apakah mereka
akan melakukan suatu perbuatan atau tidak. Caranya Ialah: mereka ambil tiga
buah anak panah yang belum pakai bulu. setelah ditulis masing-masing Yaitu
dengan: lakukanlah, jangan lakukan, sedang yang ketiga tidak ditulis apa-apa,
diletakkan dalam sebuah tempat dan disimpan dalam Ka'bah. bila mereka hendak
melakukan sesuatu Maka mereka meminta supaya juru kunci ka'bah mengambil sebuah
anak panah itu. Terserahlah nanti Apakah mereka akan melakukan atau tidak melakukan
sesuatu, sesuai dengan tulisan anak panah yang diambil itu. kalau yang terambil
anak panah yang tidak ada tulisannya, Maka undian diulang sekali lagi.
[397] Yang
dimaksud dengan hari Ialah: masa, Yaitu: masa haji wada', haji terakhir yang
dilakukan oleh Nabi Muhammad s.a.w.
[398]
Maksudnya: dibolehkan memakan makanan yang diharamkan oleh ayat ini jika
terpaksa.
Kemudian
al-Sunnah mentaqyidkan (memberi persyaratan) kemutlakannya, dan mentaksiskan
(memberi ketentuan khusus) atas keharamannya, serta menjelaskan macam-macam
bangkai dan darah. Sebagaimana Sabda Nabi Saw. menjelaskan : “ Dihalalkan bagi
kita dua macam bangkai, dan dua macam darah. Adapun dua macam bangkai itu,
ialah bangkai ikan dan bangkai belalang, sedang dua macam darah itu ialah hati
dan limpa”.( HR. Ibn Majah dan al-Hakim ).
3. Sebagai dasar untuk menetapkan hukum yang
tidak didapati dalam al-Qur’an, seperti larangan mengawini seorang wanita yang
sepersusuan, karena dianggap muhrim (senasab), misalnya sabda Nabi Saw :
“Sungguh
Allah telah mengharamkan mengawini seseorang karena sepersusuan, sebagaimana
halnya Allah telah mengharamkannya karena senasab”. (HR. Bukhari-Muslim).
Kemudian
berdasarkan pendapat para ‘ulama, sebagaimana dikutip oleh M. Syuhudi Ismail,
menjelaskan ; bahwa , fungsi al-Hadis atau al-Sunnah dibagi menjadi: bayan
tafsir, bayan taqrir, dan bayan tabdal atau nasakh. Namun, di dalam
makalah ini, kami hanya diberi tugas untuk mengulas bayan tafsir.
B. Hadits sebagai
Bayan Tafsir
Tafsir adalah keterangan atas Al-Qur’an yang belum dimengerti.
Maksudnya, penjelasan atas ayat- ayat Al-Qur’an. Tafsir secara Etimologis
adalah penjelasan dan mengungkapkan. Kata tafsir diambil dari kata fassara –
yufassiru- tafsiran yang berarti keterangan atau uraian. Pada dasarnya kata
tafsir berdasarkan bahasa tidak terlepas dari kandungan makna Al-Qur’an
(Menjelaskan) Al-Bayan (Menerangkan) Al-Kasif (Mengungkapkan), Al-Azhar
(Menampakkan) dan Al-Ibanah ( Menjelaskan ). Tafsir
secara istilah adalah ilmu yang membahas tentang cara mengucap lafaz Al-Qur’an,
makna-makna yang ditujukan dan hukum-hukumnya, baik ketika berdiri sendiri atau
tersusun. Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
tafsir adalah menjelaskan atau menerangkan ayat-ayat Al-Qur’an yang belum paham
maksudnya.
Sedangkan, bayan tafsir berfungsi menjelaskan ayat-ayat yang mujmal (global) dan
musytarak (satu lafadz yang memiliki makna), memberikan persyaratan ayat-ayat
yang bersifat mutlak, dan menkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum.
a. Tafsir Mujmal
Sebagai penjelasan ayat-ayat yang mujmal (global)
dan musytarak (satu lafadz yang memiliki makna), contoh:
صلو ا كما رأيتمو ني أصلي (ر واه البخا ريي)
“sholatlah sebagaimana engkau melihatku
sholat” (HR. Bukhari)
Hadits diatas
menjelaskan sebagaimana mendirikan sholat. Sebab dalam Al-Qur’an tidak dijelaskan
secara rinci sebagaimana firman Allah dalam Q.S. Al-Baqarah ayat 43
Artinya: dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta
orang-orang yang ruku'[44].
[44] Yang
dimaksud ialah: shalat berjama'ah dan dapat pula diartikan: tunduklah kepada
perintah-perintah Allah bersama-sama orang-orang yang tunduk.
b. Tafsir Mutlaq
Sebagai penjelasan ayat-ayat yang bersifat mutlak. Sedangkan contoh hadits yang membatasi
ayat-ayat Al-Qur’an yang bersifat mutlak adalah:
أتي رسو ل الله صلى عليه و سلم بسا ر ق فقطع يد ه من مفصل
الكففا
“Rasulullah
SAW. Didatangi seseorang dengan membawa pencuri, maka beliau memotong tangan
pencuri dari pergelangan tangan”.
Hadits ini mentaqyid QS. Almaidah:38
Artinya: laki-laki yang mencuri dan perempuan
yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang
mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
c.
Tafsir Am
Sebagai
penjelasan untuk menkhususkan ayat-ayat yang bersifat umum. Sedangkan contoh hadits yang berfungsi untuk
mengkhususkan keumuman ayat Al-Qur’an, Nabi SAW
bersabda:
قل النبي صلى الله عليه و سلم لا ير ث المسلم الكا فر ولا
الا الكا فر المسلم (ر وا ه البخا ري)
“Tidaklah orang muslim mewarisi dari orang
kafir, begitu juga kafir tidak mewarisi dari orang muslim” (HR.Bukhari)
Hadits tersebut mengkhususkan keumuman QS.
An-Nisa:11
Artinya: Allah mensyari'atkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama
dengan bagahian dua orang anak perempuan[272]; dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua[273], Maka bagi mereka dua pertiga
dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, Maka ia
memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya
seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), Maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai
beberapa saudara, Maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut
di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar
hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa
di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. ini adalah
ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
[272] Bagian laki-laki dua kali bagian perempuan adalah karena
kewajiban laki-laki lebih berat dari perempuan, seperti kewajiban membayar
maskawin dan memberi nafkah. (Lihat surat An Nisaa ayat 34).
[273] Lebih dari dua Maksudnya : dua atau lebih sesuai dengan
yang diamalkan Nabi.
BAB III
Kesimpulan
Dari berbagai uraian yang telah disampaikan
pada bab sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hadits merupakan berbagai hal yang telah
diucapkan dan dicontohkan oleh Rosululloh yang harus dajadikan pedoman dan
contoh bagi umat Islam
2. Fungsi Hadits terhadap Al-Qur’an adalah
sebagai penguat dan memperjelas apa-apa yang ada di dalam Al-Qur’an yang masih
bersifat global (mu’mal).
3. Hadits dan Al-Qur’an adalah merupakan sumber
hukum dalam kehidupan manusia untuk memperoleh kebahagiaan dunia dan akhirat.
4. Fungsi hadits sebagai bayan tafsir ialah
sebagai penjelas atau penerang terhadap ayat-ayat yang masih mujmal (global)
dan yang musytarak ( dobitus : satu lafadz mengandung beberapa makna).
Daftar Pustaka
Dapat didownload disini
-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara download:
1. Klik tulisan 'disini' di atas
2. Silang laman yang tidak perlu, tunggu loading sebentar
3. Tekan 'Skip Ad'
4. Download file drive di tanda unduh (panah ke bawah ↓) di pojok kanan atas laman google drive
5. Selesai, tinggal cek di folder download
❤❤❤
Fina Sarah Adhari
0 comment
What do you think about this post?