Pertanian di Tengah Pandemi Covid-19
Pada masa pandemi Covid-19 begitu banyak usaha-usaha
yang tutup dan tenaga kerja yang di-PHK, demi bersama-sama mencegah penyebaran
Covid-19. Bahkan perusahaan-perusahaan besar pun mengaku bangkrut dan menutup
cabang-cabang tokonya seperti Zara, KFC, dan Starbucks dikarenakan konsumen
saat ini tidaklah sempat berpikir untuk berbelanja. Sementara itu, sektor
pertanian secara umum tentu menjadi kebutuhan yang tidak bisa dihindari,
sehingga elastisitas permintaannya rendah, ketika
ekonomi mengalami periode booming, permintaannya tidak akan
meningkat pesat, demikian pula ketika terjadi resesi, permintaannya
tidak akan menurun drastis.
Di masa pandemi, para penggiat
sektor pertanian harus tetap beraktifitas demi ketersediaan pangan bagi seluruh
rakyat Indonesia. Meski begitu resiko terpapar virus Corona di sektor
pertanian dan pedesaan tidak bisa diabaikan walaupun pertanian dilakukan di
lahan luas dan berkepadatan rendah tetapi petani rata-rata telah berumur sehingga
lebih rentan terpapar, ditambah tingkat pendidikan di pedesaan yang
relatif rendah, membuat pemahaman masyarakat akan protokol perlindungan
terhadap virus seperti mencuci tangan, bersin yang aman, bisa jadi lebih rendah
daripada di perkotaan. Apalagi masyarakat yang bermigrasi dari kota ke desa
akibat di-PHK akan membuat masyarakat desa cukup rentan terpapar Covid-19 dari
para pendatang tersebut.
Kementerian Pertanian pun
menyatakan upaya penanganan pangan dengan menyiapkan strategi saat menghadapi
new normal. Strategi tersebut yaitu agenda SOS, atau
emergency yang ditemukan ketika harga ayam sempat jatuh beberapa waktu lalu.
Bagi peternak, ayamnya akan dibeli oleh mitra dan difasilitasi penyimpanan
berpendingin oleh pemerintah. Menteri Pertanian Syahrul Yasin
Limpo menegaskan, penurunan NTP (nilai tukar petani) bukan disebabkan oleh
hasil produksi petani tidak akurat namun karena dampak COVID-19 yang
menyebabkan pelambatan transportasi, distribusi, dan pembatasan berbagai
akselerasi kemasyarakatan (pembatasan sosial skala besar/PSBB). Strategi
lainnya yaitu agenda jangka menengah yaitu memaksimalkan ekspor dengan
mengintervensi industri agrikultur agar tidak memecat karyawannya. Juga
relaksasi terhadap padat karya melalui pemberian bibit atau benih sehingga
produksi komoditi tetap berjalan. Ada juga agenda jangka panjang yaitu
meningkatkan produksi pertanian.
Petani, sebagai produsen makanan justru menjadi
pihak paling terdampak dalam ancaman krisis ketahanan pangan, padahal petani
merupakan profesi tunggal penyedia pangan yang seharusnya mampu tetap bertahan
di tengah pandemi COVID-19. Ironisnya yang terjadi setiap hari adalah penurunan
harga komoditas pangan hingga pada level yang sangat rendah di berbagai wilayah
di Indonesia. Salah satunya diakui oleh Wahyu dalam Diskusi Online yang
diadakan oleh HIMASEPTA (Himpunan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian) UNRAM
bahwa harga cabai di Lombok Timur cukup memprihatinkan, ia sebagai salah satu
pengusaha cabai merasa dirugikan akibat harga yang seharusnya tinggi malah
menjadi sangat rendah. Hal-hal yang menjadi penyebab penurunan harga ini
adalah pembatasan transportasi dan ekonomi akan menggangu sistem pangan
yang berjalan di Indonesia. Terjadinya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) massal
atau kehilangan pekerjaan secara bersama-sama banyak penduduk Indonesia
yang mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat serta permintaan pasar
yang dapat berimbas pada komoditas pertanian yang semakin tertekan.
Sehingga, solusi yang diperlukan
adalah Pemerintah dalam hal ini Kementrian Pertanian perlu melakukan
pemetaan ulang stok-stok komoditas pada masing-masing daerah guna memetakan
arah pendistribusian pangan secara nasional, optimalisasi fungsi
kelompok-kelompok tani dan koperasi juga perlu dilakukan guna menyeimbangkan
kebijakan yang dari pemerintah, pengawasan harga-harga pangan mulai dari
level produsen (petani) sampai di tangan konsumen sehingga produksi pangan
tetap berjalan dengan optimal meskipun dalam kondisi pandemi seperti sekarang
ini.
Solusi lainnya adalah Pemerintah harus menunjukkan empati dan keberpihakan kepada petani
misalnya dengan berdialog dengan petani dan pelaku pertanian
oleh Pemimpin di pusat dan daerah secara lebih intensif untuk
menggali permasalahan dari mulai hal-hal besar yang sifatnya struktural juga
hal-hal mendetail di lapangan. Negara di saat
krisis ini harus hadir lebih intensif dalam melakukan intervensi distribusi.
Dan aktivitas sektor pertanian terutama sektor pertanian tanaman pangan harus
diberi ruang untuk tetap aktif berproduksi, dengan batasan-batasan tertentu, di
masa restriksi sosial (PSBB) dengan mempertahankan protokok-protokol
perlindungan standar Covid-19.
Nah selain itu, upaya yang dapat
kita lakukan sebagai masyarakat adalah dengan bercocok tanam di pekarangan
rumah masing-masing, selain untuk ketahanan pangan hal ini juga dapat menjadi
pengisi waktu luang agar tetap enjoy selama di rumah.
0 comment
What do you think about this post?