Pinjam-Meminjam (‘Ariyah)

by - January 22, 2015



Dalam islam, pinjam-meminjam disebut ‘ariyah. Menurut Bahasa ‘ariyah adalah memberi manfaat tanpa imbalan. Sedangkan ‘ariyah menurut syara’ ialah memberikan manfaat dari sesuatu yang halal dimanfaatkan kepada orang lain, dengan tidak merusakkan zatnya, agar zat barang itu nantinya bisa dikembalikan lagi kepada yang mempunyai. Tiap-tiap yang mungkin diambil manfaatnya dengan tidak merusakkan zat barang itu, boleh dipinjam atau dipinjamkan.

‘Ariyah disyariatkan berdasarkan dalil-dalil berikut :
- Firman Allah Ta’ala
“Dan tolong-menolonglah k
amu dalam (mengerjakan) kebajikan dan taqwa (kepada Allah), dan janganlah kamu bertolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.” (Al Maidah : 2)
“Dan enggan
(menolong dengan) barang berguna.” (Al Ma’un : 7)
- Sabda Rosulullah SAW
“Pinjaman
itu harus dikembalikan dan orang yang meminjam dialah yang berutang dan utang itu wajib dibayar.” (riwayat Abu Daud dan Tirmidzi)
Hukum ‘Ariyah
Hukum ‘ariyah adalah sunnah apabila pinjam-meminjam dalam keadaan aman/tidak darurat dan dengan tujuan saling tolong-menolong antarsesama, akan tetapi bisa jadi ‘ariyah itu hukumnya menjadi wajib apabila peminjam sangat membutuhkan barang tersebut, jika tidak dipinjami berakibat fatal bahkan kematian bagi orang yang meminjam. Dan hukumnya bisa haram apabila barang yang dipinjam itu digunakan untuk sesuatu yang haram atau dilarang oleh agama. Karena jalan menuju sesuatu, hukumnya sama dengan hukum yang dituju.

Diantara hukum-hukum ‘ariyah adalah sebagai berikut :

1. Sesuatu yang dipinjamkan harus sesuatu yang mubah(diperbolehkan). Jadi seseorang tidak boleh meminjamkan budak wanita kepada orang lain untuk digauli atau seseorang tidak boleh meminjamkan orang muslim untuk melayani orang kafir atau meminjamkan parfum haram atau pakaian yang diharamkan
.

2. Jika mu’ir (pihak yang meminjamkan) mengisyaratkan bahwa musta’ir (peminjam) berkewajiban mengganti barang yang dipinjam jika dia merusak barang yang dipinjam, maka musta’ir wajib menggantinya, karena Rosulullah SAW bersabda :
“Kaum muslimin itu berdasarkan syarat-syarat mereka.”(riwayat Abu Daud dan Al Hakim)

Jika mu’ir tidak mengisyaratkan, kemudian barang pinjaman rusak bukan karena kesalahan musta’ir atau tidak karena disengaja, maka musta’ir tidak wajib mengganti, hanya saja dia disunnahkan untuk menggantinya, karena Rosulullah SAW bersabda kepada salah seorang istrinya yang telah memecahkan salah Satu tempat makanan.

Makanan dengan makanan dan tempat dengan tempat.” (diriwayatkan Al Bukhari).

Namun jika kerusakannya hanya sedikit disebabkan karena dipakai dengan izin tidaklah patut diganti, karena terjadinya sebab pemakaian yang diizinkan.(ridlo kepada sesuatu berarti ridlo pula kepada akibatnya).

Jika barang pinjaman mengalami kerusakan karena kesalahan dan disengaja oleh musta’ir, dia wajib menggantinya dengan barang yang sama atau dengan uang seharga barang pinjaman tersebut, karena Rosulullah SAW bersabda :

“Tangan berkewajiban atas apa yang diambilnya hingga ia menunaikannya.” (Diriwayatkan Abu Daud, At Tirmidzi dan Al Hakim yang men-shahih-kannya).

3. Musta’in (peminjam) harus menanggung biaya pengangkutan barang pinjaman ketika ia mengembalikannya kepada mu’ir jika barang pinjaman tersebut tidak bisa diangkut kecuali oleh kuli pengangkut atau dengan taksi.
Rosulullah bersabda :

“Tangan berkewajiban atas apa yang diambilnya hingga ia menunaikannya.”(diriwayatkan Abu Daud, At Tarmidzi dan Al Hakim)

4. Musta’in tidak boleh menyewakan barang yang dipinjamnya. Adapun meminjamkannya kepada orang lain dibolehkan, dengan syarat mu’in merelakannya.

5. Pada tiap-tiap waktu, yang meminjam ataupun yang meminjamkan boleh memutuskan aqad asal tidak merugikan kepada salah seorang di antara keduanya. Jika seseorang meminjamkan kebun untuk dibuat tembok, ia tidak boleh meminta pengembalian kebun tersebut hingga tembok tersebut roboh. Begitu juga orang yang meminjamkan sawah untuk ditanami, ia tidak boleh meminta pengembalian sawah tersebut hingga tanaman yang ditanam diatas sawah tersebut telah dipanen, karena menimbulkan mudharat kepada seorang muslim itu haram.

6. Barang siapa meminjamkan sesuatu hingga waktu tertentu, dia disunahkan tidak meminta pengembaliannya kecuali setelah habisnya batas waktu peminjaman.

Rukun Meminjamkan :

1. Ada yang meminjamkan
(musta’ir), syaratnya yaitu :
 a. Ahli (berhak) berbuat kebaikan sekehendaknya. Anak kecil dan orang yang dipaksa, tidak sah meminjamkan.
b. Manfaat barang yang dipinjamkan dimiliki oleh yang meminjamkan, sekalipun dengan jalan wakaf atau menyewa karena meminjam hanya bersangkutan dengan manfaat, bukan bersangkutan dengan zat. Oleh karena itu, orang yang meminjam tidak boleh meminjamkan barang yang dipinjamnya karena manfaat barang yang dipinjamnya bukan miliknya. Dia hanya diizinkan mengambilnya tetapi membagikan manfaat yang boleh diambilnya kepada yang lain, tidak ada halangan. Misalnya dia meminjam rumah selama 1 bulan tetapi hanya ditempati selama 15 hari, maka sisanya boleh diberikan kepada orang lain.

2. Ada yang meminjam
(mu’ir), hendaklah seorang yang ahli (berhak) menerima kebaikan. Anak kecil dan orang gila tidak sah meminjam sesuatu karena ia tidak ahli (tidak berhak) menerima kebaikan.

3. Ada barang yang dipinjam
(musta’ar), syaratnya :
a. Barang yang benar-benar ada manfaatnya
b. Sewaktu diambil manfaatnya, zatnya tetap (tidak rusak).
Dilarang meminjamkan makanan karena setelah diambil manfaatnya menjadi habis atau berkurang manfaatnya.

4. Ijab Kabul
Ijab Kabul adalah pernyataan peminjam dan orang yang meminjamkan, dapat dartikan sebagai kesepakatan. Pinjam-meminjam berakhir apabila barang yang dipinjam telah diambilmanfaatnya dan harus segera dikembalikan kepada yang memilikinya. Syarat ijab Kabul adalah :
 1) Lafal ijab dan kabul dapat dimengerti oleh kedua belah pihak
2) Lafal ijab di lanjutkan dengan
Kabul
Syarat Sah ‘Ariyah :

Untuk sahnya ‘ariyah ada empat syarat yang wajib dipenuhi :
1. Pemberi pinjaman hendaknya orang yang layak berbaik hati. Oleh karena itu, ‘ariyah yang dilakukan oleh orang yang sedang ditahan hartanya tidak sah.

2. Manfaat dari barang yang dipinjamkan itu hendaklah milik dari yang meminjamkan. Artinya, sekalipun orang itu tidak memiliki barang, hanya memiliki manfaatnya saja, dia boleh meminjamkannya, karena meminjam hanya bersangkut dengan manfaat, bukan bersangkut dengan zat.

3. Barang yang dipinjamkan hendaklah ada manfaatnya. Maka tidak sah meminjamkan barang yang tidak berguna. Karena sia-sia saja tujuan peminjaman itu.

4. Barang pinjaman harus tetap utuh, tidak boleh rusak setelah diambil manfaatnya, seperti kendaraan, pakaian maupun alat-alat lainnya. Maka tidak sah meminjamkan barang-barang konsumtip, karena barang itu sendiri akan tidak utuh, seperti meminjamkan makanan, lilin dan lainnya. Karena pemanfaatan barang-barang konsumtip ini justru terletak dalam menghabiskannya. Padahal syarat sahnya ‘ariyah hendaklah barang itu sendiri tetap utuh

Kewajiban peminjam barang

Apabila meminjam barang dari orang lain, maka kita boleh mengambil manfaat dari barang pinjaman tersebut sesuai kesepakatan. Misalnya kalian meminjam pensil atau buku kepada teman, setelah selesai digunakan, maka barang pinjaman itu harus dikembalikan. Agar pinjam meminjam dapat bermanfaat dan membawa kebaikan bagi kedua belah pihak maka peminjam berkewajiban:
1) Menjaga barang pinjaman dengan baik;
2) Memanfaatkan barang sesuai dengan perjanjian tanpa merusaknya;
3) Tidak meminjamkan barang pinjaman pada orang lain,kecuali mendapat izin dari pemilik barang;
4) Apabila barang pinjaman rusak, peminjam wajib memperbaiki atau  menggantinya;
5) Apabila barang pinjaman memerlukan ongkos angkutan atau biaya perawatan, maka biaya tersebut ditanggung oleh peminjam. Berdasarkan sabda Rasulullah saw.

عَنْ سَمُرَةَ قَالَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَسَلَّمَ عَلََى الْيَدِ مَا اَخَذتْ حَتَّى يُؤدِّيَهُ

Artinya :
Dari Samurah,”Nabi SAW Telah bersabda,tangan(yang mengambil) adalah bertanggung jawab atas apa yang diambilnya sehingga dipenuhi.”(lima ahli hadits selain an-Nasai)

Pinjaman yang disertai jaminan, waktu mengembalikan barang harus membayarnya. Berdasarkan sabda Rasulullah saw.

عَنْ اَبِِيْ اُمَامَةَ قَالَ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ  يَقُولُ : العَارِيَةُ مُؤَدَّاةٌ وَالزَّ عِيْمُ غَارِمٌ.  رُوَاهُ التِّرْمِذِىّ

Artinya :
“Dari Abi Umamah berkata saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: pinjaman harus dikembalikan,dan orang yang menjamin sesuatu harus membayar.”(H.R. at-Tirmidzi)
Hikmah ‘ariyah
a.                 Wujud mensyukuri nikmat Allah SWT
b.                 Melatih diri agar tidak bersifat kikir bagi orang yang meminjamkan barang.
c.                 Melatih diri untuk bersikap tanggung jawab terhadap barang yang dipinjamkan bagi peminjam.
d.                 Mempererat hubungan silaturahmi
e.                 Dapat meringankan beban orang lain.

...

You May Also Like

0 comment

What do you think about this post?