Manajemen Agribisnis: Peluang dan Tantangan Agribisnis atau Pertanian di Era Globalisasi
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Secara
teoritis globalisasi merupakan episode dari teori evolusi yang meyakini bahwa
masyarakat akan berkembang dari primitive
ke modern, modernisasi seluruh bangsa, rekayasa sosial (social
engineering), pengintegrasian ekonomi nasional kepada sistem ekonomi
global, pembiasan batas-batas sosial, ekonomi, idiologi, politik, dan budaya
suatu negara atau bangsa, penghapusan peta dunia,development aid,
percepatan kapitalisme pasca krisis kapitalis di tahun 1930-an, dan basic need strategy. Dalam sektor pertanian juga tidak terlepas dari berbagai
kerangka perjanjian dan kesepakatan bilateral dan multilateral akibat dari aglonalisasi
ini. Akibatnya muncul berbagai peluang dan juga tantangan yang perlu kita
ketahui untuk dapat mempertahankan sektor pertanian atau agriisnis diera
globalisasi.
Revolusi industri
4.0 turut
memberikan peluang dan tantangan baru bagi setiap negara agar bisa bertahan
dalam persaingan global yang kompetitif. Indonesia termasuk menjadi negara yang
siap hadapi revolusi industri 4.0. Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto tengah
menyiapkan lima sektor prioritas yang akan dikembangkan dalam menghadapi
implementasi revolusi industri 4.0. Kelima sektor industri tersebut adalah
makanan dan minuman, elektronik, tekstil, otomotif dan kimia. Dengan
dikembangkannya industri minuman dan makann ini menyebabkan timbulnya potensi
besar pertanian atau agribisnis di era revolusi 4.0, maka perlu diketahui pula
peluang serta tantangan era revolusi 4.0 dalam sektor pertanian atau
agribisnis.
Perkembangan pertanian di dunia pada dasarnya
begitu kompleks, mulai dari pertanian berpindah-pindah (nomaden, tradisional,
hingga yang kita kenal saat ini. Perubahan era yang terjadi di dunia ini juga
tentu diikuti pula oleh perkembangan yang terjadi pada sector pertanian itu
sendiri. Mulai dariera revolusi 1, 2, dan 3. Setiap era memiliki dampak
tersendiri pada sector pertanian, maka perlu kita ketahui dampak dan perubahan
yang terjadi pada sector pertanian dari masig-masing era.
1.2.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana
peluang dan tantangan agribisnis atau pertanian di Indonesia dalam era
globalisasi?
2.
Bagaimana
peluang dan tantangan agribisnis atau pertanian di Indonesia di era revolusi
industri 4.0?
3.
Ceritakan dampak
revolusi industri 1.0, 2.0, 3.0 pada agribisnis atau pertanian secara umum?
1.3.
Tujuan
1.
Mengetahui dan
memahami peluang dan tantangan agribisnis atau pertanian di Indonesia dalam era
globalisasi.
2.
Mengetahui dan
memahami peluang dan tantangan agribisnis atau pertanian di Indonesia di era
revolusi 4.0
3.
Mengetahui dan
memahami dampak agribisnis atau
pertanian di Indonesia dalam era revolusi 1.0, 2.0, 3.0.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Peluang dan Tantangan Agribisnis atau
Pertanian di Era Globalisasi
Menurut asal katanya,
kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah
universal. Achmad Suparman menyatakan Globalisasi adalah suatu proses
menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di
dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi merupakan kecenderungan
masyarakat untuk menyatu dengan dunia, terutama di bidang ilmu pengetahuan,
teknologi, dan media komunikasi massa. Selain itu, para cendekiawan Barat
mengatakan bahwa globalisasi merupakan suatu proses kehidupan yang serba luas,
tidak terbatas, dan merangkum segala aspek kehidupan, seperti politik, sosial,
dan ekonomi yang dapat dinikmati oleh seluruh umat manusia di dunia.
Globalisasi pertanian
secara kausalistik muncul sebagai respon atas tesis Malthus (1766-1834). Ini
merupakan perwujudan dari idiologi kapitalistik yang berkarakter efisiensi (profit
maxization), competition for gain, freedom, un-security, dan un-sustainability(sementara)
yang eksis dalam naungan prudence atau the invisible hand (Adam Smith). Un-security inilah yang mendorong revolusi
industri, pencarian dan penaklukkan, imperialisme atau kolonialisme di dunia,
dan penemuan lewat rekayasa genetik. Pada dasarnya, un-security-lah yang melandasi
semangat evolusi, dan social
darwinisme.
Impor berbagai produk
dan bahan baku pertanian kian hari kian meningkat. Meskipun jumlah produk
pertanian yang diekspor dan dipasarkan di pasar domestik jauh lebih tinggi
daripada impor, namun selisih nilainya hanya 2 persen. Nilai 2 persen
sesungguhnya tidak berarti, karena jika dianalisis, nilai transaksi berjalan
produk pertanian Indonesia itu sesungguhnya devisit. Betapa tidak, produk
pertanian yang diekspor oleh Indonesia sesungguhnya adalah produk yang padat
dengan input luar (impor). Keunggulan produk tersebut jelas sangat bersifat
kompetitif semu (shadow competitivenes). TNCs sebagai pihak yang paling
tahu akan efisiensi memandang bahwa proses produksi usahatani (on-farm)
sangat rentan terhadap risiko dan ketidakpastian, untuk itu ia menerapkan
strategi kemitraan atau contarc
farming.Memang petani Indonesia masih merasakan keuntungan. Namun
keuntungan tersebut jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya dan kerugian
yang harus ditanggung, seperti gangguan kesehatan, pencemaran lingkungan, serta
risiko dan ketidakpastian lainnya.
Globalisasi telah
berdampak luas pada pertanian di negara-negara dunia ketiga. Ketimpangan,
kemiskinan, dan ketergantungan pada berbagai input luar adalah bukti
konkritnya. Pencabutan subsidi, privatisasi sumberdaya dan institusi
pemerintah, longgarnya kran impor sebagai prasyarat untuk ekspor, lenyapnya
berbagai sumberdaya dan budaya lokal, membiasnya pemberdayaan, dan mandegnya
inovasi merupakan dampak langsung dari globalisasi. Lemahnya kondisi internal
dan kuatnya cengkraman internasional merupakan sinergi penghancuran kearifan
lokal di negara dunia ketiga.
Menurut Hines dalam
Setiawan (2010), globalisasi dapat diralat ke arah teologi baru globalisasi
dengan lebih memberi tempat kepada pahan localism yang melindungi dan membangun
kembali ekonomi lokal. Gagasan Hines yang mengetengahkan Protect the Local Globally atau pendekatan berbasis lokalita
memang lebih memberdayakan. Namun itu saja tidak cukup, karena untuk
meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia di pasar domestik maupun
internasional seperti sekarang ini, perlu disertai dengan inovasi pada sistem
pembangunan pertanian secara keseluruhan.
Dalam masa sekarang
ini, di mana kondisi globalisasi ekonomi dunia yang relatif sulit diprediksi,
maka kondisi ini akan mendorong tiap negara harus mampu mendayagunakan
sumberdaya yang dimiliki untuk dimanfaatkan agar mempunyai daya saing
komparatif (comparative advantage) yang tinggi untuk mampu bersaing di
pasaran internasional. Untuk sektor pertanian, barangkali memang sudah waktunya
untuk dipikirkan beberapa aspek yaitu: Pertama, apakah tidak sebaiknya kalau sumberdaya
alam yang kita miliki, dimanfaatkan seoptimal mungkin tanpa hams mengorbankan
aspek kelestariannya. Kenyataan di lapangan sering kita lihat hal yang
sebaliknya. (Soekartawi, 2004).
Globalisasi pasti akan dihadapi seluruh negara di dunia yang membutuhkan
negara lain untuk memenuhi kebutuhan negaranya. Meskipun produk-produk
pertanian Indonesia masih belum siap menghadapi globalisasi, terdapat
kesepahaman negara-negara di dunia bahwa produk-produk pertanian (agribisnis)
merupakan produk perdagangan yang penting baik secara empiris maupun politis (political
will) sehingga membutuhkan perlindungan. Diperlukan penyelarasan kebijakan
(harmony and conformity) sehingga menciptakan non-diskriminasi
perdagangan. Perlindungan terhadap kepentingan domestik dimaksudkan untuk
meminimalkan kerugian. Pemanfaatan peluang untuk meningkatkan manfaat menjadi
penting demi kepentingan domestik.
Tantangan lain yang muncul adalah adanya proses desentralisasi telah
menyebabkan tugas pemberian dukungan yang sebelumnya sepenuhnya berada pada
pemerintah pusat, saat ini juga telah diemban oleh pemerintah daerah. Pada
kenyataannya, masih banyak pemerintah daerah yang belum sepenuhnya
mengembangkan sistem dukungan yang efektif bagi kegiatan pertanian. Hal ini
dapat dilihat antara lain dalam kegiatan penyuluhan yang saat ini seharusnya
telah dikembangkan pada tingkat pemerintah daerah kabupaten belum terlaksana
optimal.
2.2
Peluang dan Tantangan Agribisnis atau Pertanian di Era Revolusi 4.0
Revolusi
Industri yang Keempat dimulai tahun 2000, dengan adanya transaksi data yang
besar, Smart Factory, Virtual Reality yang kalau digabungkan akan menjadi suatu
perubahan yang besar. Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah
merancang Making Indonesia 4.0 sebagai roadmap (peta jalan) yang terintegrasi.
Hal ini berguna untuk menerapkan sejumlah strategi Indonesia dalam menghadapi
Industri 4.0. Seperti diketahui, dunia saat ini memasuki era revolusi industri 4.0. Revolusi industri dunia keempat ini ditandai
masifnya perkembangan teknologi informasi. Aspek digital telah menjadi basis
dalam kehidupan manusia. Ini dilihat dari proses bisnis pun kini dipercepat
dengan ada sistem online. Hal yang paling dikhawatirkan orang yaitu revolusi
industri 4.0 akan kurangi tenaga kerja, dan menggantikannya dengan sistem
robotik.
Revolusi industri 4.0, yang dimulai dari Jerman, menyebabkan pabrik
dapat memproduksi barang yang sesuai dengan pesanan tanpa harus mengubah
mesinnya, karena setiap mesin didesain dapat melakukan pekerjaan yang berbeda.
Sehingga revolusi industri 4.0 ini akan membuat biaya produksi lebih murah
lagi, dan tentunya berdampak pada harga barang hasil produksi akan jauh lebih
murah lagi.
Presiden
Joko Widodo (Jokowi) menilai revolusi industri 4.0 bisa menjadi peluang maupun
menjadi ancaman.
"Apakah
revolusi industri ini sebuah peluang besar? Jawaban saya, iya. Kalau kita
mempersiapkan, merencanakan, dan bisa mengantisipasi ini. Apakan revolusi 4.0
ini sebuah ancaman? Menurut saya jawabannya, iya dan tidak. Bisa iya bisa
tidak, tergantung kita," kata Jokowi di JCC Senayan, Rabu (4/4/2018).
Ada empat tantangan utama pembangunan
ketenagakerjaan khusus di wilayah NTB.
a.
Tantangan pertama adalah penurunan angka
pengangguran tidak sejalan dengan penurunan angka kemiskinan di NTB.
b.
Tantangan kedua adalah tingkat pendidikan dan
kompetensi angkatan kerja yang rendah dan masih didominasi pendidikan SMP ke
bawah.
c.
Tantangan ketiga adalah kurangnya kualitas dan
kuantitas instruktur di BLK/LLK.
d.
Tantangan keempat atau terakhir yang
disampaikan oleh Wildan adalah belum memadainya sarana dan prasarana di
BLK/LLK.
Industri
4.0 sebagai fase revolusi teknologi mengubah cara beraktifitas manusia dalam
skala, ruang lingkup, kompleksitas, dan transformasi dari pengalaman hidup
sebelumnya. Manusia bahkan akan hidup dalam ketidakpastian (uncertainty)
global, oleh karena itu manusia harus memiliki kemampuan untuk memprediksi masa
depan yang berubah sangat cepat. Tiap negara harus merespon perubahan tersebut
secara terintegrasi dan komprehensif. Respon tersebut dengan melibatkan seluruh
pemangku kepentingan politik global, mulai dari sektor publik, swasta,
akademisi, hingga masyarakat sipil sehingga tantangan industri 4.0 dapat
dikelola menjadi peluang.
Wolter
mengidentifikasi tantangan industri 4.0 sebagai berikut;
1)
Masalah
keamanan teknologi informasi;
2)
Keandalan
dan stabilitas mesin produksi;
3)
Kurangnya
keterampilan yang memadai;
4)
Keengganan
untuk berubah oleh para pemangku kepentingan; dan
5)
Hilangnya
banyak pekerjaan karena berubah menjadi otomatisasi.
Menteri Sekretaris Negara, Prof. Dr.
Pratikno, M.Soc.Sc., sebagai keynote speaker, menerangkan kemungkinan
pertanian menjadi sektor yang paling terpengaruh distrupsi di era RI 4.0. Ia
mengun gkapkan bahwa hampir setengah dari petani di dunia kehilangan
pekerjaanya karena RI 4.0 ini.
“Hal itu
terjadi bukan karena produksi pertanian tidak lagi dibutuhkan, melainkan tenaga
mereka telah digantikan,” tuturnya.
Tuntutan dari
era saat ini, menurut Pratikno, adalah kecepatan dan kreatifitas. Faktor-faktor
seperti lahan, tenaga kerja, dan kekayaan hayati tidak lagi menjadi yang utama.
“Digitalisasi, bioteknologi, dan efektivitas proses menjadi kunci dari revolusi
agrikultur dalam era ini,” ujarnya.
Akan tetapi,
Pratikno menuturkan bahwa revolusi agrikultur tadi terjadi dominan di benua
Eropa. Menurutnya, faktor yang mendorong hal itu adalah bencana demografi,
yakni jumlah penduduk dengan usia produktif lebih sedikit dibanding penduduk
usia non-produktif. Sebaliknya, ia menuturkan bahwa Indonesia mengalami bonus
demografi. Oleh karena itu, revolusi tadi belum terlalu dirasakan di Indonesia.
“Pertanian tradisional masih banyak ditemui di berbagai wilayah Indonesia,”
sebutnya.
Pratikno
kemudian merumuskan bahwa permasalahan yang terjadi di Indonesia adalah akses
menuju teknologi dan bahan yang berkualitas. “Teknologi sudah ada di Indonesia,
tapi para petani di daerah tidak memiliki akses ke sana,” ungkapnya.
Hal itu
terjadi, jelas Pratikno, akibat kondisi sosio ekonomi masyarakat Indonesia yang
plural. Ia mengungkapkan bahwa ketimpangan kelas sosial di Indonesia terlampau
tinggi. “Makanya, isunya disini bukan lagi availability,
melainkan accessability,”
tegasnya.
Pratikno
menerangkan bahwa sesuatu yang diperlukan Indonesia adalah mendorong petani
lokal agar lebih mandiri untuk memenuhi kebutuhannya. Ia kemudian menunjuk para
peserta di auditorium ketika menyebutkan siapa yang berperan dalam mensosialisasikan
hal itu.
“Tugas
Fakultas Pertanian adalah menjadi garda depan yang menerima dan memproses
dampak RI 4.0, sekaligus nantinya berperan untuk mendistribusikannya kepada
para petani di daerah-daerah,” tutupnya. (Humas UGM/Hakam)
2.3 Dampak Revolusi Industri 1.0,
2.0, 3.0
terhadap
Agribisnis atau Pertanian
Revolusi
Industri mulai terjadi antara tahun 1750-1850 di mana perubahan secara
besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan, transportasi, dan
teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap kondisi sosial, ekonomi,
dan budaya di dunia.
Revolusi
Industri dimulai dari Britania Raya dan kemudian menyebar ke seluruh Eropa
Barat, Amerika Utara, Jepang, dan menyebar ke seluruh dunia saat ini. Pada
alat-alat produksi pertanian yang digunakan adalah alat-alat tradisional
yang sesuai dengan kehidupan saat itu, produksi dengan cara dan gaya
tradisional mulai hilang saat ini dan beralih dengan alat-alat yang lebih
modern.
Revolusi Industri 1.0
berlangsung periode antara tahun 1750-1850. Saat itu terjadi perubahan
secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur, pertambangan,
transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam terhadap
kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Revolusi generasi 1.0 melahirkan
sejarah ketika tenaga manusia dan hewan ditandai dengan penggunaan mesin
untuk pabrik pemintalan kapas. Salah satunya juga adalah kemunculan mesin uap
pada abad ke-18. Revolusi ini dicatat oleh sejarah berhasil mengerek naik
perekonomian secara dramatis di mana selama dua abad setelah Revolusi Industri
terjadi peningkatan rata-rata pendapatan perkapita Negara-negara di dunia
menjadi enam kali lipat.
Revolusi Industri 2.0, juga dikenal
sebagai Revolusi Teknologi adalah sebuah fase pesatnya industrialisasi
di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20. Revolusi Industri 1.0 yang
berakhir pertengahan tahun 1800-an, diselingi oleh perlambatan dalam penemuan
makro sebelum Revolusi Industri 2.0 muncul tahun 1870. Revolusi
industri generasi 2.0 ditandai dengan kemunculan pembangkit tenaga listrik dan
motor pembakaran dalam (combustionchamber). Penemuan ini memicu kemunculan
pesawat telepon, mobil, pesawat terbang, dll yang mengubah wajah dunia secara
signifikan.
Revolusi tahap 3.0,
yakni revolusi digital. Waktu dan ruang tidak lagi berjarak. Revolusi kedua
dengan hadirnya mobil membuat waktu dan jarak makin dekat. Revolusi 3.0
menyatukan keduanya. Sebab itu, era digital sekarang mengusung sisi kekinian
(real time).
Secara umum dampak dari Revolusi industri
antara lain :
a.
Dampak Positif
1.
Lebih mudah
memproduksi suatu barang. Keterampilan tangan para pekerja sudah tidak lagi
dibutuhkan, karena sebagian besar pekerjaan mereka sudah bisa dilakukan oleh
mesin, sehingga produksi suatu barang lebih efisien.
2.
Transportasi menjadi
lebih mudah dan cepat, karena sudah mengenal adanya tenaga mesin. Jadi, tak
perlu menggunakan hewan seperti kerbau, sapi, dan keledai yang memakan waktu
sangat lama untuk bepergian ke suatu tempat.
3.
Muncul kota-kota
industri lainnya. Revolusi industri yang awalnya dilakukan Inggris memberikan
contoh bagi kota-kota lain untuk juga melakukan revolusi industri.
4.
Memberikan suatu
pengaruh yang mendunia dan terasa manfaatnya hingga sekarang. Tidak dapat
dibayangkan bagaimana keadaan dunia sekarang apabila tidak dilakukannya
revolusi industri, boleh dikatakan mulai dari bangun tidur sampai mau tidur
lagi kita tidak bisa lepas dari hasil revolusi industri.
b.
Dampak Negatif
1.
Para petani
banyak yang kehilangan mata pencahariannya, karena semua produksi telah
dilakukan di pabrik-pabrik di kota besar, dan banyak pemilik tanah yang mereka
garap menjual tanahnya untuk menanam modal di sentra industri.
2.
Hal itu
menyebabkan bertambahnya tingkat pengangguran, kemiskinan, dan tindak kriminal
yang merajalela. Sehingga penjara menjadi penuh sesak oleh orang-orang jahat.
3.
Terjadinya
urbanisasi besar-besaran, banyak sekali petani yang telah kehilangan mata
pencahariannya datang ke kota untuk mencari pekerjaan di pabrik-pabrik atau
sentra industri lainnya. Hal ini tentu memperburuk keadaan di kota, penggunaan
mesin tentu mengurangi kebutuhan akan tenaga buruh, jadi mereka yang datang
dari desa rela menukar tenaganya dengan upah yang sangat kecil demi mendapatkan
pekerjaan. Dengan begitu, banyak diantara mereka menjalani kehidupan di kota
dengan kondisi tidak layak, baik dalam hal pemukiman maupun kesehatannya.
4.
Perbedaan
lapisan antara pengusaha pabrik yang kaya dan buruh pabrik yang miskin, makin
lama makin bertambah besar; kebencian kelas seringkali menimbulkan
kerusuhan-kerusuhan dan pemberontakan-pemberontakan yang mengakibatkan
pertumpahan darah.
5.
Harga mesin yang
sangat mahal bagi juru gilda, yang akan menyebabkan hanya para kapitalis saja yang
dapat membelinya, sehingga mendorong banyak pertumbuhan perusahaan-perusahaan
besar, dan membuat perusahaan kecil seperti gilda tersingkir.
6.
Polusi air,
udara, dan tanah. Pembangunan pabrik-pabrik di kota besar menimbulkan limbah
yang tidak terkendali, sehingga membuat kota menjadi kotor.
7.
Bisa menyebabkan
seseorang menjadi atheis. Banyak orang yang mulai tidak percaya Tuhan, karena
mereka merasa segala kebutuhan hidupnya dapat dipenuhi sendiri dengan
mesin-mesin yang mereka ciptakan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
a.
Peluang dari
agrbisnis atau pertanian di Indonesia pada era globalisasi sangatlah luas,
mulai dari jenis produk yang dapat dihasilkan beragam, dikarenakan masyarakat
pada era ini cenderung mengingingan segala sesuatu secara praktis. Terbuka
pasar global, membuka peluang barang-barang produksi dalam negeri dapat di
ekspor ke berbagai Negara.adapun tantangan yang dihadapi juga tak kalah bera,
mengingat adanya proses desentralisasi yang mana, segalakegiatan industridipusatkan
dikota, sehingga pemerataan pembangunan serta pengembangan dari sector
agribisnis sendiri kurang berkembang di wilayah pedesaan.
b.
Era revolusi industri
4.0 membawa perubahan yang begitu cepat dalam bidang industri dimana era
digital telah memasuki segala aspek kehidupan masyarakat. Peluangnya adalah
proses pemasaran dan jangkauan promosi suatu barang akan semakin luas. Dengan
pemanfaatan teknologi digital ini, biaya produksi dari suatu barang juga akan
semakin menurun.adapun tantangan dari era revolusi 4.0 ini di Indonesia antara
lain Masalah keamanan teknologi informasi, Keandalan dan stabilitas mesin
produksi, Kurangnya keterampilan yang memadai, Keengganan untuk berubah oleh
para pemangku kepentingan, dan Hilangnya banyak pekerjaan karena berubah menjadi
otomatisasi.
c.
Revolusi Industri mulai terjadi antara tahun 1750-1850 di
mana perubahan secara besar-besaran di bidang pertanian, manufaktur,
pertambangan, transportasi, dan teknologi serta memiliki dampak yang mendalam
terhadap kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di dunia. Dampak dari
revolusi industri 1.0, 2.0, 3.0 ini memiliki dampak positif dan juga dampak negative
terutama dalam bidang agribisnis atau pertanian.
3.2
Saran
Apabila
terdapat kekurangan dalam data-data yang penulis susun maka penulis memohon
kepada pembaca agar memberi masukan atau menyempurnakan makalah ini. Adapun
penulis mendapatkan sumber data yang belum tentu sempurna.
DAFTAR PUSTAKA
Kompas. 2018. Tantangan
Revolusi Industri 4.0 Dijawab dengan Tiga Pilar
Percepatan Peningkatan Kompetensi. https://biz.kompas.com/read/2018/
03/23/192514628/tantangan-revolusi-industri-40-dijawab-dengan-tiga-pilar-percepatan-peningkatan [diakses pada 30 September 2018 pukul 20.00 WITA]
UGM. 2018. Sektor Pertanian
dalam Pusaran Revolusi Industri 4.0. https://www.
ugm.ac.id/id/news/16905-sektor.pertanian.dalam.pusaran.revolusi.
industri.40 [diakses pada 30 September
2018 pukul 20.05 WITA]
Wikipedia.
Revolusi Industri. https://id.wikipedia.org/wiki/Revolusi_Industri
[diakses
pada 30 September 2018 pukul 20.10 WITA]
Khairil.
2017. Dampak Revolusi Industri. https://www.kompasiana.com/
sadikhairil/5a27eb85d14aeb350b3d5294/dampak-revolusi-
industri?page=all
[diakses pada 30 September 2018 pukul 20.15 WITA]
Ivoox. 2018. Revolusi Industri dari 1.0 hingga 4.0. https://ivoox.id/revolusi-
Dapat dilihat dan didownload disini
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Cara download:
1. Klik tulisan 'disini' di atas
2. Silang laman yang tidak perlu, tunggu loading sebentar
3. Tekan 'Skip Ad'
4. Download file drive di tanda unduh (panah ke bawah ↓) di pojok kanan atas laman google drive
5. Selesai, tinggal cek di folder download
❤❤❤
0 comment
What do you think about this post?